Ketika Nabi Muhammad SAW mulai mendakwahkan Islam, Arab
adalah sebuah masyarakat jahiliyyah penganut takhayyul. Tapi, berkat cahaya Al
Qur’an, mereka kemudian terbebaskan dari takhayul dan mulai menggunakan akal
mereka. Akibatnya, salah satu perkembangan mencengangkan dalam sejarah dunia pun
terjadi. Dalam beberapa puluh tahun saja, Islam, yang muncul dari kota kecil
bernama Madinah, tersebar dari Afrika hingga Asia Tengah.
Masyarakat Arab, yang dulunya tak mampu mengurus satu
kota pun dengan rukun, menjadi penguasa imperium dunia. Dalam bukunya The
Straight Path, pakar Islam asal Amerika, Profesor John Esposito, menjelaskan
sisi menakjubkan tentang kemunculan Islam sebagaimana berikut:
Yang paling mencengangkan tentang perluasan wilayah
kekuasaan Islam di masa awal adalah kecepatan dan keberhasilannya. Para pakar
Barat merasa takjub akan hal ini… Dalam satu dasawarsa, pasukan Arab menaklukkan
angkatan perang Bizantium dan Persia…dan menguasai Irak, Suriah, Palestina,
Persia dan Mesir… Pasukan Muslim tampil sebagai penakluk yang sulit terkalahkan
dan penguasa yang berhasil, pembangun dan bukan perusak. (John L. Esposito,
Islam: The Straight Path, 1998, hlm. 33)
Ketika beragam bangsa, termasuk Turki, menerima Islam
atas kehendak mereka sendiri, imperium Islam tumbuh semakin besar dan menjadi
kekuatan terbesar di dunia pada masanya. Salah satu sisi terpenting imperium ini
adalah terbukanya babak perkembangan ilmu pengetahuan yang tak tertandingi
sebelumnya dalam sejarah.
“Pasukan Muslim tampil sebagai penakluk yang sulit
terkalahkan dan penguasa yang berhasil, pembangun dan bukan perusak.” (John L.
Esposito, Islam: The Straight Path, 1998, hlm. 33)
|
Di masa ketika Eropa tengah mengalami Masa Kegelapan,
dunia Islam telah membangun warisan terbesar ilmu pengetahuan yang pernah
disaksikan sejarah hingga saat itu. Ilmu kedokteran, matematika, geometri,
astronomi, dan bahkan sosiologi dikembangkan secara sistematis untuk kali
pertama.
Sejumlah pengulas berusaha mengaitkan perkembangan
ilmu pengetahuan Islam ini dengan pengaruh Yunani Kuno. Namun, sumber
sesungguhnya ilmu pengetahuan Islam adalah penelitian dan pengamatan para
ilmuwan Muslim itu sendiri. Dalam bukunya The Middle East, Profesor Bernard
Lewis, pakar sejarah Timur Tengah, menjelaskannya sebagai berikut:
Pencapaian ilmu pengetahuan Islam abad pertengahan
tidaklah terbatas pada pelestarian warisan keilmuwan Yunani, bukan pula
penggabungan unsur-unsur warisan budaya Timur yang lebih tua dan lebih jauh
kepada bangunan ilmu pengetahuan tersebut. Warisan ini, yang dilimpahkan para
ilmuwan Islam abad pertengahan kepada dunia modern, sungguh sangat diperkaya
oleh daya upaya dan sumbangsih mereka sendiri. Ilmu pengetahuan Yunani, secara
keseluruhan, lebih cenderung bersifat teoritis. Ilmu pengetahuan Timur Tengah
abad pertengahan lebih banyak bersifat praktis, dan dalam bidang-bidang seperti
kedokteran, kimia, astronomi, dan agronomi, warisan masa lalu tersebut
diperjelas dan diperkaya dengan penelitian dan pengamatan para ilmuwan Timur
Tengah abad pertengahan. (Bernard Lewis, The Middle East, 1998, hlm. 266)
Rahasianya adalah disiplin ilmiah dan pola pikir yang
diajarkan Al Qur’an kepada para ilmuwan Muslim. Baris-baris tulisan seorang
ilmuwan Muslim masa itu dalam catatan hariannya dengan sangat jelas menunjukkan
betapa gagasan ilmu pengetahuan berdasarkan Al Qur’an benar-benar
diterapkan:
Ali Kushchu, ilmuwan abad ke-15th yang pertama kali
membuat peta bulan. Namanya dijadikan sebagai nama salah satu wilayah di
bulan.
|
Kemudian, selama satu setengah tahun, saya mencurahkan
hidup saya untuk belajar....Selama masa ini, saya tak pernah tidur semalaman
penuh dan tak melakukan apa pun selain belajar seharian penuh. Kapan pun saya
menemukan kesulitan... Saya akan pergi ke masjid, sholat, dan memohon kepada
Pencipta Segala Sesuatu untuk menunjukkan kepada saya apa yang tersembunyi dari
saya, dan menjadikannya mudah bagi saya sesuatu yang sebelumnya sulit. Lalu di
malam hari saya akan kembali ke rumah, meletakkan pelita di depan saya, dan
memulai membaca dan menulis... Saya terus melakukan ini hingga saya memiliki
dasar yang kuat di seluruh cabang ilmu pengetahuan dan menguasainya sejauh
mungkin. (John L. Esposito, Islam: The Straight Path, 1998, hlm. 54)
Andalusia (sekarang Spanyol), tempat kebanyakan
ilmuwan Muslim dilahirkan dan dibesarkan, menjadi pusat utama kemajuan dan
perkembangan, khususnya di bidang kedokteran. Para dokter Muslim sangat ahli di
berbagai bidang seperti farmakologi, ilmu bedah, optalmologi, ginekologi,
fisiologi, bakteriologi, dan ilmu kesehatan. Mereka juga membuat sejumlah
penemuan penting yang meletakkan landasan bagi ilmu pengetahuan modern. Sebagian
kecil dari mereka adalah:
Ibn Juljul (Tanaman obat-obatan), Abu Ja'far Ibn
al-Jazzar (Kedokteran), Abd al-Latif al-Baghdadi (Anatomi), Ibn Sina (Anatomi),
Zakariya Qazwini (Jantung dan otak), Hamdullah al-Mustaufi al-Qazwini (Anatomi),
Ibn al-Nafis (Anatomi), Ali bin Isa (Anatomi mata), Biruni (Astronomi), Ali
Kushchu (Astronomi), Thabit ibn Qurrah (Matematika), Battani (Matematika), Ibn
al-Haitsam (Optik), Al-Kindi (Fisika).
Budaya ilmiah yang maju di dunia Islam ini membuka
jalan bagi abad Kebangkitan Barat. Para ilmuwan Muslim bertindak atas pemahaman
bahwa penelitian mereka terhadap ciptaan Allah adalah jalan yang dengannya
mereka dapat mengenal Allah. Dengan berpindahnya cara berpikir ini ke dunia
Barat, kemajuan Barat pun dimulai.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !