Masjid Qiblatain di Madinah
Dahulu kiblat ditetapkan menghadap Masjidil
Aqsa.
Kota Madinah mempunyai beragam tempat sejarah yang sayang jika dilewatkan. Selain Masjid Nabawi dan Masjid Quba, ada sebuah masjid lagi yang cukup unik dan lekat dengan sejarah Islam. Masjid tersebut adalah Masjid Qiblatain.
Masjid Qiblatain berada di Jalan Khalid bin Al Walid, barat laut Kota Madinah. Letaknya di tepi jalan menuju kampus Universitas Madinah di dekat Istana Raja menuju ke jurusan Wadi Aqiq. Masjid ini ada di atas bukit kecil di utara Harrah Wabrah, Madinah, sekitar tujuh kilometer dari Masjid Nabawi.
Masjid tersebut awalnya bernama Masjid Bani Salamah karena dibangun di atas bekas rumah Bani Salamah. Namun, karena ada peristiwa yang sangat bersejarah, yaitu turunnya wahyu untuk shalat menghadap kiblat Masjidil Haram, nama masjid ini diubah menjadi Qiblatain yang berarti dua kiblat. Masjid tersebut menjadi saksi bisu pemindahan kiblat tersebut.
Dulu, kiblat shalat untuk semua nabi adalah Baitullah di Makkah. Seperti yang tercantum dalam Alquran surah Ali Imran ayat 96, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia ialah Baitullah di Mekah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”
Kemudian, ketika Rasulullah berada di Madinah, kiblat selanjutnya ditetapkan di Al Quds atau Masjidil Aqsha yang ada di Palestina dengan mengarah ke utara. Saat penentuan kiblat di Al Quds ini, umat Islam sama dengan umat dari kaum lainnya, yaitu Nasrani dan Yahudi yang memusatkan ibadah di Palestina.
Rasulullah SAW pun sering mendapatkan cemoohan dari kaum tersebut. Mereka menyebut agama Islam yang dibawanya hanya mengekor dari ajaran nenek moyang kaum mereka. Dengan kesabaran dan lapang hati, Rasulullah menanggapinya dengan diam namun selalu berdoa agar diberikan petunjuk oleh Allah.
Doa Sang Rasul pun terjawab. Saat menunaikan shalat Zhuhur di Masjid Bani Salamah ini, turunlah wahyu untuk memindahkan arah kiblat ke Masjidil Haram di Makkah.
Pada tahun ke-2 Hijriyah, tepatnya pada Senin bulan Rajab, Rasulullah berkunjung ke perkampungan Harrah untuk sekadar bersilaturahim dengan warga Muslim di sana. Ketika memasuki waktu Zhuhur, Rasulullah melaksanakan shalat di Masjid Salamah.
Dalam buku Ensiklopedi Haji dan Umrah dengan editor Abdul Halim dijelaskan bahwa saat itu Rasulullah SAW mengimami shalat dengan menghadap ke Masjid Al Aqsha di Palestina. Namun, ketika selesai rakaat kedua, turunlah wahyu yang memerintahkan untuk mengubah arah kiblat melalui malaikat.
Nabi beserta jamaahnya langsung memutar 180 derajat untuk mengikuti kiblat baru tersebut, mengarah ke Masjidil Haram yang berada di selatan. “Shalat Zhuhur ketika itu dilakukan dua rakaat menghadap Masjidil Aqsha dan dua rakaat menghadap Masjidil Haram,” tulisnya.
Wahyu yang turun pada peristiwa bersejarah itu adalah surah al-Baqarah ayat 144. “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Allahnya dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
Peristiwa penentuan pindahnya kiblat ini juga diperkuat dengan hadis. Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Umar Radiallahu anhuma, dia berkata,
Kota Madinah mempunyai beragam tempat sejarah yang sayang jika dilewatkan. Selain Masjid Nabawi dan Masjid Quba, ada sebuah masjid lagi yang cukup unik dan lekat dengan sejarah Islam. Masjid tersebut adalah Masjid Qiblatain.
Masjid Qiblatain berada di Jalan Khalid bin Al Walid, barat laut Kota Madinah. Letaknya di tepi jalan menuju kampus Universitas Madinah di dekat Istana Raja menuju ke jurusan Wadi Aqiq. Masjid ini ada di atas bukit kecil di utara Harrah Wabrah, Madinah, sekitar tujuh kilometer dari Masjid Nabawi.
Masjid tersebut awalnya bernama Masjid Bani Salamah karena dibangun di atas bekas rumah Bani Salamah. Namun, karena ada peristiwa yang sangat bersejarah, yaitu turunnya wahyu untuk shalat menghadap kiblat Masjidil Haram, nama masjid ini diubah menjadi Qiblatain yang berarti dua kiblat. Masjid tersebut menjadi saksi bisu pemindahan kiblat tersebut.
Dulu, kiblat shalat untuk semua nabi adalah Baitullah di Makkah. Seperti yang tercantum dalam Alquran surah Ali Imran ayat 96, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia ialah Baitullah di Mekah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”
Kemudian, ketika Rasulullah berada di Madinah, kiblat selanjutnya ditetapkan di Al Quds atau Masjidil Aqsha yang ada di Palestina dengan mengarah ke utara. Saat penentuan kiblat di Al Quds ini, umat Islam sama dengan umat dari kaum lainnya, yaitu Nasrani dan Yahudi yang memusatkan ibadah di Palestina.
Rasulullah SAW pun sering mendapatkan cemoohan dari kaum tersebut. Mereka menyebut agama Islam yang dibawanya hanya mengekor dari ajaran nenek moyang kaum mereka. Dengan kesabaran dan lapang hati, Rasulullah menanggapinya dengan diam namun selalu berdoa agar diberikan petunjuk oleh Allah.
Doa Sang Rasul pun terjawab. Saat menunaikan shalat Zhuhur di Masjid Bani Salamah ini, turunlah wahyu untuk memindahkan arah kiblat ke Masjidil Haram di Makkah.
Pada tahun ke-2 Hijriyah, tepatnya pada Senin bulan Rajab, Rasulullah berkunjung ke perkampungan Harrah untuk sekadar bersilaturahim dengan warga Muslim di sana. Ketika memasuki waktu Zhuhur, Rasulullah melaksanakan shalat di Masjid Salamah.
Dalam buku Ensiklopedi Haji dan Umrah dengan editor Abdul Halim dijelaskan bahwa saat itu Rasulullah SAW mengimami shalat dengan menghadap ke Masjid Al Aqsha di Palestina. Namun, ketika selesai rakaat kedua, turunlah wahyu yang memerintahkan untuk mengubah arah kiblat melalui malaikat.
Nabi beserta jamaahnya langsung memutar 180 derajat untuk mengikuti kiblat baru tersebut, mengarah ke Masjidil Haram yang berada di selatan. “Shalat Zhuhur ketika itu dilakukan dua rakaat menghadap Masjidil Aqsha dan dua rakaat menghadap Masjidil Haram,” tulisnya.
Wahyu yang turun pada peristiwa bersejarah itu adalah surah al-Baqarah ayat 144. “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Allahnya dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
Peristiwa penentuan pindahnya kiblat ini juga diperkuat dengan hadis. Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Umar Radiallahu anhuma, dia berkata,
“Ketika manusia
sedang di Masjid Quba untuk melaksanakan shalat Subuh, tiba-tiba datang seorang
sahabat dan berkata bahwa malam ini telah di turunkan Alquran kepada Nabi SAW
dan sungguh telah diperintahkan untuk menghadap Qiblah, dan dulunya mereka
menghadap Syam (Baitil Maqdis), lalu mereka memutar untuk menghadap Ka’bah.”
Setelah peristiwa tersebut, otomatis semua kaum Muslim tidak diperbolehkan lagi shalat menghadap Masjidil Aqsha karena hukum sudah Nusakh. Kiblat arah shalat telah diganti menghadap Masjidil Haram.
Jika ada kaum Muslim yang masih menghadap Masjidil Aqsha, shalatnya tidak sah. Dan, bagi mereka yang sudah mengetahui hukumnya namun tetap menghadap Masjidil Aqsha maka mereka tergolong orang-orang yang ingkar.
Setelah peristiwa tersebut, otomatis semua kaum Muslim tidak diperbolehkan lagi shalat menghadap Masjidil Aqsha karena hukum sudah Nusakh. Kiblat arah shalat telah diganti menghadap Masjidil Haram.
Jika ada kaum Muslim yang masih menghadap Masjidil Aqsha, shalatnya tidak sah. Dan, bagi mereka yang sudah mengetahui hukumnya namun tetap menghadap Masjidil Aqsha maka mereka tergolong orang-orang yang ingkar.
--o0o--
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !