Terlebih dahulu harus mengerti apa Ka’bah itu sendiri, memang benar Ka’bah
terbuat dari materil/benda dan berbentuk persegi empat yang didalamnya
kosong, tidak ada apa-apanya. Adapun Hajar Aswad ada di pojokan luar Ka’bah,
bukan ditengah-tengah ka’bah. Kemudian fungsi Ka’bah hanyalah sebagai arah
hadap, karena itu kiblat artinya arah hadap, dan
ruang yang ada didalamnya dapat dipergunakan untuk tempat sholat.
Mungkin kita bertanya, kalau kita shalat
didalam bilik/ruang Ka’bah tersebut kemana
harus menghadap?, karena didalamnya/injakan tersebut sudah merupakan titik sentralnya kiblat yang
merupakan asnya (titik pusat), maka arah sholat kemana saja diperbolehkan
karena yang kita sembah adalah Allah bukan ka’bah, namun secara etika karena
kita masuk melalui pintu maka disarankan oleh nabi untuk membelakangi pintu itu sendiri jika kita
shalat.
Sesuai dengan firman-Nya:
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah 115)”
Karena yang kita sembah hanya Allah semata, apabila kita
melaksanakan shalat di kendaraan, di pesawat
maka kemanapun arahnya diperkenankan oleh Allah, dari sini saja sudah merupakan bukti bahwa kita
bukan menyembah ka’bah.
Jadi
kesimpulannya adalah fungsi Ka’bah hanyalah sebagai arah hadap/kiblat,
karena Ka’bah artinya arah hadap.
1. Tahun
930 sampai 951 hajar aswad pernah hilang dicuri dan disembunyikan oleh kaum
Syi’ah golongan Ismailiyah Qarmathi. Apakah dengan hilangnya batu itu lantas
umat Islam jadi heboh dan tidak shalat lagi karena hajar aswad sudah tidak
ada?. Meski hajar aswad pernah hilang, namun selama 21 tahun itu umat Islam
tidak pernah libur shalat. Seandainya umat Islam itu shalat menyembah hajar
aswad, maka selama 21 tahun itu mereka libur shalat, tapi nyatanya tidak juga,
umat Islam tetap shalat menghadap kiblat, baik dengan ada batu ataupun tidak,
karena esensi utamanya ialah mematuhi
perintah Allah bukan menghadap dan menyembah batu.
2. Setelah
hajar aswad itu berhasil ditemukan kembali, batu itu sudah tidak utuh lagi. Ada
pecahan di sana sini, sehingga volumenya sudah mulai berkurang. Dan batu hitam
yang ada sampai sekarang pun itu sudah paduan antara batu hitam yang asli
dengan yang imitasi. Apakah umat Islam heboh karena itu? Jawabnya: Tidak
pernah!, sebab Tuhan yang disembah oleh umat Islam itu bukanlah batu tetapi
Allah SWT. Batu boleh rusak dan hilang, tetapi Allah tetap ada dan kekal sampai
selama-lamanya. Inilah bukti bahwa Allah bukan batu, dan batu tidak sama dengan
Allah.
3. Dahulu
pada masa Rasulullah SAW, para shahabat naik dan berdiri di atas Ka’bah ketika
mengumandangkan azan (panggilan shalat). Mereka melakukan itu lima kali sehari.
Rasulullah tak pernah menegur maupun melarangnya. Jika Ka’bah adalah Tuhan yang
disembah oleh umat Islam, mana mungkin para shahabat ketika itu berani
menginjak-injak Tuhannya?.
4. Sampai
saat ini, para petugas juga naik dan berdiri di atas Ka’bah ketika mengganti
Kisywah (kain kelambu penutup Ka’bah). Ini juga bukti nyata bahwa sampai saat
ini dan sampai kapan saja tak seorangpun umat Islam yang menyembah Ka’bah.
Andaikata mereka menganggap Ka’bah sebagai Tuhan yang disembah, mana mungkin
mereka berani naik keatas dan berdiri menginjak Ka’bah.
5. Ketika
thawaf dengan menunggang seekor unta, rasulullah SAW pernah tidak mencium hajar
Aswad, melainkan menyentuhnya dengan tongkat beliau. (HR. Bukhari juz 2 nomor
677). Jika Nabi pada waktu hidupnya menyembah hajar Aswad, mana mungkin beliau
berani menyentuh Tuhannya dengan sebuah tongkat sambil duduk di atas unta?.
Teladan Nabi ini membuktikan bahwa beliau tidak menyembah hajar Aswad.
Menghadap Ka'bah ketika
shalat, bukanlah berarti umat Islam menyembah Ka’bah tersebut. Mereka melakukan
ini semata-mata menjalankan aturan ibadah yang diperintahkan oleh Tuhannya
sesuai dangan firman-Nya pada Qs. Al-Baqarah 144 yang. Jadi, esensi/keberadan kiblat
umat Islam ketika shalat bukan karena batu hitamnya, melainkan ketundukan dan
kepasrahan kepada Tuhan.
Ketundukan ini pula yang
telah dilakukan oleh sahabat Umar RA ketika berhaji. Dalam hadits shahih
dikisahkan bahwa beliau datang mendekati Hajar Aswad (batu hitam) lalu dia
menciumnya dan berkata:
“Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau ini batu yang tidak
memberikan mudharat dan tidak pula mendatangkan manfaat. Jika aku tidak melihat
Rasulullah menciummu, maka aku tidak akan menciummu pula” (HR
Bukhari dari Abis bin Rabi’ah RA).
Jadi
kesimpulannya ..... MAU DITUDUH KA’BAH BEKAS KUIL HINDU KEK, ATAU DITUDUH
KA’BAH BEKAS TEMPAT JIN BUANG ANAK SEKALIPUN. UMAT ISLAM TIDAK PEDULI, TOH YAMG
DISEMBAH BUKAN HAJAR ASWAD YANG ADA DI DALAMNYA, SEPERTI ORANG HINDU MENYEMBAH
PATUNG DEWA-DEWANYA.
INILAH BUKTI KESEMPURNAAN ISLAM, AGAMA MANAKAH SELAIN ISLAM YANG
MEMPUNYAI KIBLAT DALAM BERIBADAH ???.
MEREKA SESUNGGUHNYA TIDAK MEMPUNYAI KIBLAT, BAIK KIBLAT IBADAH, KIBLAT
SURI-TAULADAN, KIBLAT AJARAN, HUKUM DLL, MAKA PANTASLAH MEREKA MENJADI UMAT
YANG KEBINGUNGAN…
Perkataan atau ucapan mereka ini didasari atas apa yang mereka lihat
semata dimana kaum muslimin ketika sholat menghadap ke arah Ka’bah, lalu mereka
berkesimpulan : orang Islam menyembah Ka’bah.
Pada akhirnya kebenaran akan datang juga, sebagai bukti beberapa abad
yang lalu dan mungkin saat ini masih banyak yang mengatakan bahwa sesungguhnya
matahari terbit dari timur dan terbenam di barat, itulah yang namanya terpedaya
akan ke egoannya karena berdasarkan apa yang dilihatnya saja sehingga
menyimpulkan menjadi suatu kebenaran, tetapi setelah datangnya sain modern
ternyata anggapan tersebut salah total, sesungguhnya matahari tidak pernah
mengenal terbit maupun terbenam, begitupun dengan “Sinar Bulan” yang
seolah-olah bulan memproduksi sinar, padahal sinar yang didapat karena adanya
matahari, sesuai dengan sunatullah matahari dan planet-planet berjalan pada
garis edarnya masing-masing sesuai yang dijabarkan dalam firman Allah pada
Al-Qur’an (baca: “Teori Helicentrisme”), begitupun pandangan orang terhadap Ka’bah,
tapi ketahuilah dengan perkembangan sain beberapa pakar telah menyimpulkan bahwa
as atau titik pusat dari bumi terletak di Masjidil Haram (Ka’bah), kita tunggu
saja perkembangan selanjutnya.
Sesungguhnya umat Islam hanya menjadikan Ka’bah sebagai arah hadap
(kiblat) dalam menyembah Allah, bukan menyembah Ka’bah. Sebagaimana firman
Allah Subhanallah Ta’ala :
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ
“Hendaklah mereka menyembah kepada Tuhan,
Allah ta’ala, Tuhan Yang memiliki Rumah ini, Yang memiliki Ka’bah.” (QS.
Quraisy : 3).
Sehingga dapat dibayangkan andaikata umat Islam tidak punya arah/kiblat,
maka bagaimana sholat jama’ah mereka ?, Imamnya ingin ke utara, makmumnya
mungkin ada yang ingin ke selatan, ada yang ingin ke barat, bisa berantakan
sholat jama’ahnya, jadi supaya orang
Islam berada di dalam satu kesatuan dengan persatuan yang kuat ketika mereka
menyembah Allah Subhanallah Ta’ala, sehingga Allah Subhanallah Ta’ala
menetapkan kiblat, orang Islam menyembah ka’bah. Kenapa ? Karena orang Islam hanya
menjadikan ka’bah sebagai patokan arah.
Karena yang namanya patokan arah tidak akan sempurna kalau tidak
terlihat, maka dibangunlah oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il ka’bah sebagai
pematok arah supaya orang melihat : ke arah sana yaitu ke arah Ka’bah agar kaum
muslimin seluruh dunia dapat menyatukan arah.
Perlu juga diketahui, sebelum umat Islam shalat dengan menghadap ke arah ka’bah
seperti sekarang ini, lebih dahulu Allah Subhanallah Ta’ala memerintahkan ke
arah Baitul Maqdis di Palestina. Jadi
umat Islam pada awal-awal Islam, diperintahkan menyembah Allah Subhanallah
Ta’ala dengan menghadap kearah Baitul Maqdis yang ada di Palestina. Sampai akhirnya turun ayat akibat nabi Muhammad
selalu dicemooh oleh orang-orang Yahudi kala
itu: “Lihatlah orang-orang Islam, mereka
mengikuti kiblat kami !” kata orang-orang Yahudi, hal ini dikarenakan
orang Islam ketika awal-awal Islam sholatnya menghadap ke Yerussalem, yaitu: Baitul-Maqdis
di Palestina, akibat dari cemoohan orang-orang Yahudi tersebut maka Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam
selalu meminta kepada Allah berkali-kali : Ya Allah, Ya
Allah, meminta agar dipalingkan kiblatnya ke Ka’bah di Masjidil-Haram.
Logikanya, andaikata orang Islam, Rasulullah dan kaum muslimin menyembah
Ka’bah, maka tidak perlu Rosulullah minta ijin kepada Allah dengan berdo’a,
bahkan berkali-kali agar dapat dihadapkan ke Ka’bah di Masjidil Haram,
sebagaimana yang penah dilakukan pada
zaman Nabi Ibrohim dan Nabi Isma’il ‘alaihimas-salaam, akhirnya Allah SWT menurunkan ayat :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِيالسَّمَاءِ
“Kami sering melihatmu, kata
Allah Subhanallah Ta’ala : Kami sering melihatmu membolak-balikkan wajahmu
ke langit, ”
Apa makna dari: “Kami sering melihatmu hai Muhammad, membolak-balikkan
wajahmu ke langit”, yaitu memohon kepada Allah. Ia berdo’a
berkali-kali agar bisa dihadapkan ke Ka’bah di Masjidil Haram. Andaikata Rasul
atau orang Islam menyembah ka’bah menyembah ka’bah, tidak perlu memohon kepada
Allah agar dipindahkan arah kiblatnya ke Ka’bah.
فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
Artinya: “Maka sekarang hadapkanlah wajahmu ke arah
mana, qiblat mana yang kamu ridhoi.”
Sehingga,
Allah kabulkan permohonan sang Nabi setelah Nabi berulang-ulang memohon kepada
Allah.
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِالْحَرَامِ
Artinya: “Maka sekarang hadapkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram.”
Allah memerintahkan kaum muslim untuk menghadapkan diri dalam beribadah
kearah Masjidil Haram, dan Ingat bahwa Allah tidak pernah menyuruh umatnya untuk menyembah
Ka’bah, hanya
menghadap. Hadapkanlah
wajahmu kearah Masjidil Haram.
Jadi terbukti bahwa Ka’bah hanya sebagai arah hadap (kiblat) kaum muslim
untuk menyembah Allah Subhanallah Ta’ala.
Bukti lain bahwa Ka’bah hanya sebagai arah hadap (kiblat) kaum muslim
dalam beribadah ialah bahwa Rasulullah SAW dan para sahabatnya pernah melakukan
ibadah sholat didalam Ka’bah.
Dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : Rasul masuk
ke dalam Ka’bah, lalu menjadikan pintu Ka’bah di belakang punggungnya, yang
artinya, berarti Hajar Aswad ada pula di belakang sebelah kiri beliau. Lantas
beliau sholat di dalam Ka’bah dengan menghadap ke arah mana beliau menghadap,
yaitu ke arah depan, yaitu sejarak 3 hasta dari depan, 3 hasta dari tembok
depan, kemudian Rasulullah berhenti dan sholat di situ. Demikian pula yang
dilakukan oleh para sahabat Nabi, mereka shalat di beberapa pojokan-pojokan
Ka’bah dan bukan merupakan masalah, karena ke arah mana pun mereka menghadap/memalingkan
muka ketika berada didalam Ka’bah, mereka adanya (tepat) di kiblatnya yang
menjadi “as” dari kiblat tersebut, sehingga kemanapun mereka menghadap, tidak
masalah.
Ka’bah adalah ruang kosong, sehingga sholat didalam Ka’bah berarti ia
sholat persis di arah “as”-nya Ka’bah. Ini menjadi dalil bahwasannya kaum
muslimin tidakmenyembah Ka’bah, karena boleh saja orang Islam sholat di dalam
Ka’bah sebagaimana yang sering dilakukan oleh Nabi dan shahabatnya.
Andaikata
Ka’bah adalah Tuhan, masak umat muslim
masuk dan naik yang berarti di injak-injak Ka’bah tersebut. Begitu pula
Rasulullah SAW melarang para shahabatnya jika bersumpah dengan menggunakan
perkataan : WAL-KA’BAH “Demi Ka’bah”. Rasul mengajarkan dengan sebutan “WA
ROBBIL-KA’BAH “ yang artinya: Demi Tuhan Yang memiliki Ka’bah !”, karena
tidak boleh bersumpah dengan selain nama Allah.
Ka’bah merupakan kiblat, yaitu arah/patokan kaum muslimin menghadap
dalam shalat. Perlu dicatat bahwa walaupun kaum muslimin menghadap Ka’bah dalam
sholat, mereka tidak menyembah Ka’bah. Kaum muslimin hanya menyembah dan
bersujud kepada Allah, baik ketika melakukan thawaf maupun mencium Hajar Aswad,
itu semua dilakukan sebagai bentuk dari ketaatan dan kepatuhan kepada Allah semata
yang di ajarkan oleh nabi seperti juga yang dilakukan oleh para nabi sebelumnya
sehingga diwariskan hingga kini dan seterusnya jadi kesimpulannya Allah-lah
yang memerintahkan kita kaum muslim untuk menyembah-Nya dengan cara seperti
ini, yakni cara yang telah dilakukan oleh para nabi-nabi.
Islam menghendaki persatuan.
Ketika
kaum muslimin hendak menunaikan sholat, bisa jadi ada sebagian orang yang ingin
menghadap ke utara, sedangkan yang lainnya ingin menghadap ke selatan, maka untuk menyatukannya dibutuhkan persatuan
arah/kiblat maka kaum muslimin dimana pun berada diperintahkan hanya menghadap
ke satu arah, yaitu Ka’bah. Kaum muslimin yang tinggal di sebelah barat Ka’bah,
mereka sholat menghadap timur, dan begitupun sebaliknya
Tawaf keliling Ka’bah untuk menunjukkan keesaan Allah.
Ketika kaum muslimin pergi ke Masjidil Haram di Mekah, mereka melakukan
tawaf atau berkeliling Ka’bah. Perbuatan ini melambangkan keimanan dan
peribadahan kepada satu Tuhan. Sama persis dengan lingkaran yang hanya punya
satu pusat maka hanya Allah saja yang berhak disembah.
Berikut
hadis pendukung bahwa Ka’bah hanya berfungsi sebagai arah kiblat dan pemersatu
umat Islam :
1.
Al-Barra’
mengatakan bahwa ketika Nabi SAW. pertama kali tiba di Madinah, beliau singgah
pada kakek-kakeknya atau paman-pamannya dari kaum Anshar. Beliau melakukan
shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis selama enam belas bulan atau tujuh
belas bulan. Tetapi, beliau senang kalau kiblatnya menghadap ke Baitullah. (Dan
dalam satu riwayat disebutkan: dan beliau ingin menghadap ke Ka’bah 1/104).
Shalat yang pertama kali beliau lakukan ialah shalat ashar, dan orang-orang pun
mengikuti shalat beliau. Maka, keluarlah seorang laki-laki yang telah selesai
shalat bersama beliau, lalu melewati orang-orang di masjid [dari kalangan Anshar
masih shalat ashar dengan menghadap Baitul Maqdis] dan ketika itu mereka sedang
ruku. Lalu laki-laki itu berkata, “Aku bersaksi demi Allah, sesungguhnya aku
telah selesai melakukan shalat bersama Rasulullah saw dengan menghadap ke
Mekah.” Maka, berputarlah mereka sebagaimana adanya itu menghadap ke arah
Baitullah [sambil ruku 8/134], [sehingga mereka semua menghadap ke arah
Baitullah]. Orang-orang Yahudi dan Ahli Kitab suka kalau Rasulullah saw. shalat
dengan menghadap ke Baitul Maqdis. Maka, ketika beliau menghadapkan wajahnya ke
arah Baitullah, mereka mengingkari hal itu, [lalu Allah Azza wa Jalla
menurunkan ayat 144 surat al-Baqarah, “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu
menengadah ke langit.” Lalu, beliau menghadap ke arah Ka’bah. Maka, berkatalah orang-orang
yang bodoh, yaitu orang-orang Yahudi, “Apakah yang memalingkan mereka (umat
Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat
kepadanya?” Katakanlah, “Kepunyaan Allahlah timur dan barat. Dia memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.” 7/104]. [Dan
orang-orang yang telah meninggal dunia dan terbunuh dengan masih menghadap
kiblat sebelum dipindahkannya kiblat itu, maka kami tidak tahu apa yang harus
kami katakan tentang mereka, lalu Allah menurunkan ayat, “Allah tidak akan
menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”
(Surat al-Baqarah – 143)].
2.
Abdullah bin
Umar berkata, “Pada waktu orang-orang sedang melakukan shalat subuh di Quba’,
tiba-tiba mereka didatangi seseorang (untuk menyampaikan berita). Orang itu
berkata, ‘Sesungguhnya, malam tadi telah diturunkan kepada Rasulullah saw.
Al-Qur’an (yakni wahyu). Beliau diperintahkan shalat menghadap ke Kabah. [Maka
ingatlah, menghadaplah kalian ke Kabah! 5/152].’ Mereka lalu menghadap ke
Ka’bah, padahal waktu itu wajah mereka sedang menghadap ke Syam. Mereka lalu
menghadapkan wajahnya ke Ka’bah.
Akhir kata, semoga Tulisan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua yang Insya Allah semakin menambah tingkat iman dan taqwa kita
kepada Allah Subhanallah Ta’ala, karena kepada-Nyalah kelak kita akan kembali. Amin Ya Robbal ‘Alamin …….!
---0o0---
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !