Headlines News :
Home » » Memaknai Arti Ka'bah

Memaknai Arti Ka'bah


Terlebih dahulu harus mengerti  apa Ka’bah itu sendiri, memang benar Ka’bah terbuat dari materil/benda dan berbentuk persegi empat yang didalamnya kosong, tidak ada apa-apanya. Adapun Hajar Aswad ada di pojokan luar Ka’bah, bukan ditengah-tengah ka’bah. Kemudian fungsi Ka’bah hanyalah sebagai arah hadap, karena itu kiblat artinya arah hadap, dan ruang yang ada didalamnya dapat dipergunakan untuk tempat sholat.  

Mungkin kita bertanya, kalau kita shalat didalam bilik/ruang Ka’bah tersebut kemana  harus menghadap?, karena didalamnya/injakan tersebut  sudah merupakan titik sentralnya kiblat yang merupakan asnya (titik pusat), maka arah sholat kemana saja diperbolehkan karena yang kita sembah adalah Allah bukan ka’bah, namun secara etika karena kita masuk melalui pintu maka disarankan oleh nabi  untuk membelakangi pintu itu sendiri jika kita shalat.

Sesuai dengan firman-Nya:

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah 115)”

Karena yang kita sembah hanya Allah semata, apabila kita melaksanakan shalat di kendaraan, di pesawat  maka kemanapun arahnya diperkenankan oleh Allah, dari  sini saja sudah merupakan bukti bahwa kita bukan menyembah ka’bah.

Jadi kesimpulannya adalah  fungsi Ka’bah hanyalah sebagai arah hadap/kiblat, karena Ka’bah artinya arah hadap.

1.       Tahun 930 sampai 951 hajar aswad pernah hilang dicuri dan disembunyikan oleh kaum Syi’ah golongan Ismailiyah Qarmathi. Apakah dengan hilangnya batu itu lantas umat Islam jadi heboh dan tidak shalat lagi karena hajar aswad sudah tidak ada?. Meski hajar aswad pernah hilang, namun selama 21 tahun itu umat Islam tidak pernah libur shalat.  Seandainya umat Islam itu shalat menyembah hajar aswad, maka selama 21 tahun itu mereka libur shalat, tapi nyatanya tidak juga, umat Islam tetap shalat menghadap kiblat, baik dengan ada batu ataupun tidak, karena esensi utamanya  ialah mematuhi perintah Allah bukan menghadap dan menyembah batu.

2.      Setelah hajar aswad itu berhasil ditemukan kembali, batu itu sudah tidak utuh lagi. Ada pecahan di sana sini, sehingga volumenya sudah mulai berkurang. Dan batu hitam yang ada sampai sekarang pun itu sudah paduan antara batu hitam yang asli dengan yang imitasi. Apakah umat Islam heboh karena itu? Jawabnya: Tidak pernah!, sebab Tuhan yang disembah oleh umat Islam itu bukanlah batu tetapi Allah SWT. Batu boleh rusak dan hilang, tetapi Allah tetap ada dan kekal sampai selama-lamanya. Inilah bukti bahwa Allah bukan batu, dan batu tidak sama dengan Allah.

3.      Dahulu pada masa Rasulullah SAW, para shahabat naik dan berdiri di atas Ka’bah ketika mengumandangkan azan (panggilan shalat). Mereka melakukan itu lima kali sehari. Rasulullah tak pernah menegur maupun melarangnya. Jika Ka’bah adalah Tuhan yang disembah oleh umat Islam, mana mungkin para shahabat ketika itu berani menginjak-injak Tuhannya?.

4.      Sampai saat ini, para petugas juga naik dan berdiri di atas Ka’bah ketika mengganti Kisywah (kain kelambu penutup Ka’bah). Ini juga bukti nyata bahwa sampai saat ini dan sampai kapan saja tak seorangpun umat Islam yang menyembah Ka’bah. Andaikata mereka menganggap Ka’bah sebagai Tuhan yang disembah, mana mungkin mereka berani naik keatas dan berdiri menginjak Ka’bah.

5.       Ketika thawaf dengan menunggang seekor unta, rasulullah SAW pernah tidak mencium hajar Aswad, melainkan menyentuhnya dengan tongkat beliau. (HR. Bukhari juz 2 nomor 677). Jika Nabi pada waktu hidupnya menyembah hajar Aswad, mana mungkin beliau berani menyentuh Tuhannya dengan sebuah tongkat sambil duduk di atas unta?. Teladan Nabi ini membuktikan bahwa beliau tidak menyembah hajar Aswad.

Menghadap Ka'bah ketika shalat, bukanlah berarti umat Islam menyembah Ka’bah tersebut. Mereka melakukan ini semata-mata menjalankan aturan ibadah yang diperintahkan oleh Tuhannya sesuai dangan firman-Nya pada Qs. Al-Baqarah 144 yang. Jadi, esensi/keberadan kiblat umat Islam ketika shalat bukan karena batu hitamnya, melainkan ketundukan dan kepasrahan kepada Tuhan.

Ketundukan ini pula yang telah dilakukan oleh sahabat Umar RA ketika berhaji. Dalam hadits shahih dikisahkan bahwa beliau datang mendekati Hajar Aswad (batu hitam) lalu dia menciumnya dan berkata: 

Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau ini batu yang tidak memberikan mudharat dan tidak pula mendatangkan manfaat. Jika aku tidak melihat Rasulullah menciummu, maka aku tidak akan menciummu pula  (HR Bukhari dari Abis bin Rabi’ah RA).

Jadi kesimpulannya ..... MAU DITUDUH KA’BAH BEKAS KUIL HINDU KEK, ATAU DITUDUH KA’BAH BEKAS TEMPAT JIN BUANG ANAK SEKALIPUN. UMAT ISLAM TIDAK PEDULI, TOH YAMG DISEMBAH BUKAN HAJAR ASWAD YANG ADA DI DALAMNYA, SEPERTI ORANG HINDU MENYEMBAH PATUNG DEWA-DEWANYA.

INILAH BUKTI KESEMPURNAAN ISLAM, AGAMA MANAKAH SELAIN ISLAM YANG MEMPUNYAI KIBLAT DALAM BERIBADAH ???.
MEREKA SESUNGGUHNYA TIDAK MEMPUNYAI KIBLAT, BAIK KIBLAT IBADAH, KIBLAT SURI-TAULADAN, KIBLAT AJARAN, HUKUM DLL, MAKA PANTASLAH MEREKA MENJADI UMAT YANG KEBINGUNGAN…
Perkataan atau ucapan mereka ini didasari atas apa yang mereka lihat semata dimana kaum muslimin ketika sholat menghadap ke arah Ka’bah, lalu mereka berkesimpulan : orang Islam menyembah Ka’bah.
Pada akhirnya kebenaran akan datang juga, sebagai bukti beberapa abad yang lalu dan mungkin saat ini masih banyak yang mengatakan bahwa sesungguhnya matahari terbit dari timur dan terbenam di barat, itulah yang namanya terpedaya akan ke egoannya karena berdasarkan apa yang dilihatnya saja sehingga menyimpulkan menjadi suatu kebenaran, tetapi setelah datangnya sain modern ternyata anggapan tersebut salah total, sesungguhnya matahari tidak pernah mengenal terbit maupun terbenam, begitupun dengan “Sinar Bulan” yang seolah-olah bulan memproduksi sinar, padahal sinar yang didapat karena adanya matahari, sesuai dengan sunatullah matahari dan planet-planet berjalan pada garis edarnya masing-masing sesuai yang dijabarkan dalam firman Allah pada Al-Qur’an (baca: “Teori Helicentrisme”), begitupun pandangan orang terhadap Ka’bah, tapi ketahuilah dengan perkembangan sain beberapa pakar telah menyimpulkan bahwa as atau titik pusat dari bumi terletak di Masjidil Haram (Ka’bah), kita tunggu saja perkembangan selanjutnya.
Sesungguhnya umat Islam hanya menjadikan Ka’bah sebagai arah hadap (kiblat) dalam menyembah Allah, bukan menyembah Ka’bah. Sebagaimana firman Allah Subhanallah Ta’ala :
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ
“Hendaklah mereka menyembah kepada Tuhan, Allah ta’ala, Tuhan Yang memiliki Rumah ini, Yang memiliki Ka’bah.” (QS. Quraisy : 3).

Sehingga dapat dibayangkan andaikata umat Islam tidak punya arah/kiblat, maka bagaimana sholat jama’ah mereka ?, Imamnya ingin ke utara, makmumnya mungkin ada yang ingin ke selatan, ada yang ingin ke barat, bisa berantakan sholat jama’ahnya,  jadi supaya orang Islam berada di dalam satu kesatuan dengan persatuan yang kuat ketika mereka menyembah Allah Subhanallah Ta’ala, sehingga Allah Subhanallah Ta’ala menetapkan kiblat, orang Islam menyembah ka’bah. Kenapa ? Karena orang Islam hanya menjadikan ka’bah sebagai patokan arah.
Karena yang namanya patokan arah tidak akan sempurna kalau tidak terlihat, maka dibangunlah oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il ka’bah sebagai pematok arah supaya orang melihat : ke arah sana yaitu ke arah Ka’bah agar kaum muslimin seluruh dunia dapat menyatukan arah.
Perlu juga diketahui, sebelum umat  Islam shalat dengan menghadap ke arah ka’bah seperti sekarang ini, lebih dahulu Allah Subhanallah Ta’ala memerintahkan ke arah Baitul Maqdis di Palestina.  Jadi umat Islam pada awal-awal Islam, diperintahkan menyembah Allah Subhanallah Ta’ala dengan menghadap kearah Baitul Maqdis yang ada di Palestina.  Sampai akhirnya turun ayat akibat nabi Muhammad selalu dicemooh oleh orang-orang Yahudi kala  itu: “Lihatlah orang-orang Islam, mereka mengikuti kiblat kami !” kata orang-orang Yahudi, hal ini dikarenakan orang Islam ketika awal-awal Islam sholatnya menghadap ke Yerussalem, yaitu: Baitul-Maqdis di Palestina, akibat dari cemoohan orang-orang Yahudi tersebut maka  Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam selalu meminta kepada Allah berkali-kali : Ya Allah, Ya Allah, meminta agar dipalingkan kiblatnya ke Ka’bah di Masjidil-Haram.
Logikanya, andaikata orang Islam, Rasulullah dan kaum muslimin menyembah Ka’bah, maka tidak perlu Rosulullah minta ijin kepada Allah dengan berdo’a, bahkan berkali-kali agar dapat dihadapkan ke Ka’bah di Masjidil Haram, sebagaimana yang penah dilakukan  pada zaman Nabi Ibrohim dan Nabi Isma’il ‘alaihimas-salaam,  akhirnya Allah SWT menurunkan ayat :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِيالسَّمَاءِ
Kami sering melihatmu, kata Allah Subhanallah Ta’ala : Kami sering melihatmu membolak-balikkan wajahmu ke langit,
Apa makna dari: “Kami sering melihatmu hai Muhammad, membolak-balikkan wajahmu ke langit”, yaitu memohon kepada Allah. Ia berdo’a berkali-kali agar bisa dihadapkan ke Ka’bah di Masjidil Haram. Andaikata Rasul atau orang Islam menyembah ka’bah menyembah ka’bah, tidak perlu memohon kepada Allah agar dipindahkan arah kiblatnya ke Ka’bah.
فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
Artinya:Maka sekarang hadapkanlah wajahmu ke arah mana, qiblat mana yang kamu ridhoi.”

Sehingga, Allah kabulkan permohonan sang Nabi setelah Nabi berulang-ulang memohon kepada Allah.

فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِالْحَرَامِ
Artinya:Maka sekarang hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.”

Allah memerintahkan kaum muslim untuk menghadapkan diri dalam beribadah kearah Masjidil Haram, dan Ingat bahwa Allah tidak pernah menyuruh umatnya untuk menyembah Ka’bah, hanya menghadap. Hadapkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram.
Jadi terbukti bahwa Ka’bah hanya sebagai arah hadap (kiblat) kaum muslim untuk menyembah Allah Subhanallah Ta’ala.
Bukti lain bahwa Ka’bah hanya sebagai arah hadap (kiblat) kaum muslim dalam beribadah ialah bahwa Rasulullah SAW dan para sahabatnya pernah melakukan ibadah sholat didalam Ka’bah.
Dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : Rasul masuk ke dalam Ka’bah, lalu menjadikan pintu Ka’bah di belakang punggungnya, yang artinya, berarti Hajar Aswad ada pula di belakang sebelah kiri beliau. Lantas beliau sholat di dalam Ka’bah dengan menghadap ke arah mana beliau menghadap, yaitu ke arah depan, yaitu sejarak 3 hasta dari depan, 3 hasta dari tembok depan, kemudian Rasulullah berhenti dan sholat di situ. Demikian pula yang dilakukan oleh para sahabat Nabi, mereka shalat di beberapa pojokan-pojokan Ka’bah dan bukan merupakan masalah, karena ke arah mana pun mereka menghadap/memalingkan muka ketika berada didalam Ka’bah, mereka adanya (tepat) di kiblatnya yang menjadi “as” dari kiblat tersebut, sehingga kemanapun mereka menghadap, tidak masalah.
Ka’bah adalah ruang kosong, sehingga sholat didalam Ka’bah berarti ia sholat persis di arah “as”-nya Ka’bah. Ini menjadi dalil bahwasannya kaum muslimin tidakmenyembah Ka’bah, karena boleh saja orang Islam sholat di dalam Ka’bah sebagaimana yang sering dilakukan oleh Nabi dan shahabatnya.




Andaikata Ka’bah adalah Tuhan,  masak umat muslim masuk dan naik yang berarti di injak-injak Ka’bah tersebut. Begitu pula Rasulullah SAW melarang para shahabatnya jika bersumpah dengan menggunakan perkataan : WAL-KA’BAH “Demi Ka’bah”. Rasul mengajarkan dengan sebutan “WA ROBBIL-KA’BAH “  yang artinya:  Demi Tuhan Yang memiliki Ka’bah !”, karena tidak boleh bersumpah dengan selain nama Allah.

Ka’bah merupakan kiblat, yaitu arah/patokan kaum muslimin menghadap dalam shalat. Perlu dicatat bahwa walaupun kaum muslimin menghadap Ka’bah dalam sholat, mereka tidak menyembah Ka’bah. Kaum muslimin hanya menyembah dan bersujud kepada Allah, baik ketika melakukan thawaf maupun mencium Hajar Aswad, itu semua dilakukan sebagai bentuk dari ketaatan dan kepatuhan kepada Allah semata yang di ajarkan oleh nabi seperti juga yang dilakukan oleh para nabi sebelumnya sehingga diwariskan hingga kini dan seterusnya jadi kesimpulannya Allah-lah yang memerintahkan kita kaum muslim untuk menyembah-Nya dengan cara seperti ini, yakni cara yang telah dilakukan oleh para nabi-nabi.

Islam menghendaki persatuan.
Ketika kaum muslimin hendak menunaikan sholat, bisa jadi ada sebagian orang yang ingin menghadap ke utara, sedangkan yang lainnya ingin menghadap ke selatan, maka untuk menyatukannya dibutuhkan persatuan arah/kiblat maka kaum muslimin dimana pun berada diperintahkan hanya menghadap ke satu arah, yaitu Ka’bah. Kaum muslimin yang tinggal di sebelah barat Ka’bah, mereka sholat menghadap timur, dan begitupun sebaliknya


Tawaf keliling Ka’bah untuk menunjukkan keesaan Allah.
Ketika kaum muslimin pergi ke Masjidil Haram di Mekah, mereka melakukan tawaf atau berkeliling Ka’bah. Perbuatan ini melambangkan keimanan dan peribadahan kepada satu Tuhan. Sama persis dengan lingkaran yang hanya punya satu pusat maka hanya Allah saja yang berhak disembah.
Berikut hadis pendukung bahwa Ka’bah hanya berfungsi sebagai arah kiblat dan pemersatu umat Islam :
1.      Al-Barra’ mengatakan bahwa ketika Nabi SAW. pertama kali tiba di Madinah, beliau singgah pada kakek-kakeknya atau paman-pamannya dari kaum Anshar. Beliau melakukan shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis selama enam belas bulan atau tujuh belas bulan. Tetapi, beliau senang kalau kiblatnya menghadap ke Baitullah. (Dan dalam satu riwayat disebutkan: dan beliau ingin menghadap ke Ka’bah 1/104). Shalat yang pertama kali beliau lakukan ialah shalat ashar, dan orang-orang pun mengikuti shalat beliau. Maka, keluarlah seorang laki-laki yang telah selesai shalat bersama beliau, lalu melewati orang-orang di masjid [dari kalangan Anshar masih shalat ashar dengan menghadap Baitul Maqdis] dan ketika itu mereka sedang ruku. Lalu laki-laki itu berkata, “Aku bersaksi demi Allah, sesungguhnya aku telah selesai melakukan shalat bersama Rasulullah saw dengan menghadap ke Mekah.” Maka, berputarlah mereka sebagaimana adanya itu menghadap ke arah Baitullah [sambil ruku 8/134], [sehingga mereka semua menghadap ke arah Baitullah]. Orang-orang Yahudi dan Ahli Kitab suka kalau Rasulullah saw. shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis. Maka, ketika beliau menghadapkan wajahnya ke arah Baitullah, mereka mengingkari hal itu, [lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat 144 surat al-Baqarah, “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit.” Lalu, beliau menghadap ke arah Ka’bah. Maka, berkatalah orang-orang yang bodoh, yaitu orang-orang Yahudi, “Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?” Katakanlah, “Kepunyaan Allahlah timur dan barat. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.” 7/104]. [Dan orang-orang yang telah meninggal dunia dan terbunuh dengan masih menghadap kiblat sebelum dipindahkannya kiblat itu, maka kami tidak tahu apa yang harus kami katakan tentang mereka, lalu Allah menurunkan ayat, “Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” (Surat al-Baqarah – 143)].

2.      Abdullah bin Umar berkata, “Pada waktu orang-orang sedang melakukan shalat subuh di Quba’, tiba-tiba mereka didatangi seseorang (untuk menyampaikan berita). Orang itu berkata, ‘Sesungguhnya, malam tadi telah diturunkan kepada Rasulullah saw. Al-Qur’an (yakni wahyu). Beliau diperintahkan shalat menghadap ke Kabah. [Maka ingatlah, menghadaplah kalian ke Kabah! 5/152].’ Mereka lalu menghadap ke Ka’bah, padahal waktu itu wajah mereka sedang menghadap ke Syam. Mereka lalu menghadapkan wajahnya ke Ka’bah.


Akhir kata, semoga Tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang Insya Allah semakin menambah tingkat iman dan taqwa kita kepada Allah Subhanallah Ta’ala, karena kepada-Nyalah kelak kita akan kembali.  Amin Ya Robbal ‘Alamin …….!

---0o0---

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Choose Your Own Language

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © Pebruari 2017 - FRIDA ACEDA - All Rights Reserved
Design by Utak-Atik Mediatama Sumedang