Pembaca telah mendapatkan
pengetahuan bahwa kata-kata dalam Al-Qur'an mempunyai makna yang bertingkat.
Beberapa kata mempunyai arti langsung, tetapi yang lain tidak, atau belum tentu.
Misalnya saja, kata yang berarti bulan adalah syahr, dalam Al-Qur'an
disebutkan sebanyak 12 kali, dan ini sesuai dengan 12 bulan dalam 1 tahun, sedangkan
kata yang berarti hari adalah yaum disebutkan 365 kali dalam Al-Qur'an yang berarti juga sangat sesuai bahwa 1 tahun terdiri dari 12 bulan dan rata-rata sama dengan 365 hari, akan tetapi kata
yang berarti tahun, yaitu sanah disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak 19 kali!
Bagaimana kita memahaminya?
Terima kasih kepada cabang
pengetahuan astronomi. Angka 19 atau 19 tahun adalah satu periode di mana
posisi relatif bumi dan bulan kembali ke posisi semula secara berulang setelah
19 tahun kemudian. Siklus ini ditemukan oleh Meton orang Yunani dan disebut
Metonic cycle.
"Jika sekarang tanggal 20
Maret tahun 2000, dan bulan purnama terlihat pada posisi dekat bintang Virgo,
kapan kita dapat melihat bulan purnama pada posisi yang
sama?"
"Jawabnya bukan bulan depan
atau tahun depan, tetapi tanggal 20 Maret tahun 2019, 19 tahun
kemudian."
Mengapa 19 tahun? Karena
fase Tahun Matahari dan Tahun Bulan akan bertemu tepat pada siklus yang ke-19,
di mana 235 bulan Kalender Bulan tepat sama dengan siklus 19 tahun berdasarkan
Kalender Matahari. (29,53 hari x 235 kira-kira sama dengan 365,24 hari x 19).
Meton dari Athena pada tahun 440 SM mengetahui bahwa 235 bulan berdasarkan
Kalender Bulan sama dengan
19 tahun Kalender Matahari. Oleh karena itu, siklus ini dikenal dengan siklus
Meton, dan merupakan basis perhitungan kalender di
Yunani sampai Kalender Julius Caesar diperkenalkan pada tahun 46 SM.
Bagi kaum
Muslim, menggunakan Kalender Bulan karena sesuai dengan kebutuhan untuk
perhitungan bulan Ramadhan, bulan Haji, dan peristiwa-peristiwa Islam lainnya.
Namun sebelumnya, Kalender Bulan ini dipergunakan juga oleh kaum Yahudi, bangsa
Babilonia, dan Cina.
Al-Qur'an: Antisipasi ke Depan
AI-Qur'an selalu merujuk
kepada (banyak) alam semesta atau 'alamin, di mana sains saat ini baru
menghasilkan satu hipotesis dan model tentang multiple universes. Seruan
al-Qur'an tentang kebenaran sangat universal - timeless
and spaceless
dialamatkan kepada seluruh manusia dan golongan jin. Kadang-kadang
al-Qur'an menyebutkan makhluk yang ada di (banyak) bumi dan di (banyak)
langit-yang bermakna segenap makhluk yang telah diketahui maupun yang belum
diketahui.
Barangkali ia adalah satu-satunya kitab suci yang seruannya ditujukan
kepada manusia dan makhluk alam gaib (jin). Kritikus al-Qur'an mengatakan, "Mengapa tidak sekalian saja dialamatkan kepada iblis, atau evil?" Kritikus itu
lupa atau tidak mengetahui bahwa iblis dan setan adalah salah satu ras dari
golongan jin.
AI-Qur'an adalah Kebijakan Abadi
Setiap ayat, bahkan jumlah
ayat atau kata, dan nama surat merupakan kebijakan abadi.
Ia mempunyai beberapa lapisan pengertian, sesuai dengan tingkat ilmu pengetahuan
manusia yang membacanya.
Kita lihat, misalnya, salah
satu ayat dari Surat ar-Rahman, yang membahas tentang
air;
"Dia membiarkan
kedua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas
yang tidak dilampaui oleh masing-masing". (ar-Rahman [55]:
19-20)
Sedikit penafsir yang
mengartikan ini adalah tanah genting yang tidak terlihat. Penafsir lainnya
menyebutkan bahwa air tawar di sungai dan air asin di lautan bertemu namun tidak
saling melampaui karena perbedaan kepekatannya. Sampai di sini terjemahan belum
bermasalah. Keterangan lebih lanjut:
Fenomena menarik adalah apa yang
diungkapkan oleh seorang ilmuwan Prancis Jacques Yves Cousteau yang meneliti
berbagai lautan di dekat Selat Jibraltar, ditemukan bahwa pertemuan antara air dari Laut Mediteranian (Laut Tengah) dengan
air dari Lautan Atlantik tidak bercampur, walaupun keduanya air asin.
Salinitas
yang berbeda menghasilkan "dam" yang tidak terlihat. Air
Laut Tengah dengan salinitas di atas 36,5% dan temperatur sekitar
11,5 derajat Celsius, terisolasi di kedalaman 900 sampai
1100 meter. Sedangkan air yang berasal dari Lautan Atlantik mempunyai salinitas
di bawah 35%, membungkus air Laut Tengah dengan temperatur di bawah 10 derajat
Celsius.
Berikutnya adalah fenomena
menarik tentang pembentukan mutiara.
"Dari keduanya keluar mutiara dan marjan" (ar-Rahman
55 : 22)
Para penerjemah dua puluh
tahun yang lalu, dengan satu atau dua pengecualian, menerjemahkan "marjan"
dengan "batu koral". Padahal mayoritas ahli tafsir mengartikan dengan marjan, yang mengandung mutiara kecil yang lebih berkilau. Tetapi ahli
tafsir modern, misalnya Sayyid Quthb, berbicara tentang "batu koral".
Disadari
bahwa banyak ahli tafsir yang menghadapi persoalan dengan ayat ini. Menurut
pengetahuan mereka pada waktu itu, mutiara hanya datang dari air laut. Padahal
ayat ini barangkali menjelaskan bahwa mutiara bisa terbentuk baik di dalam air
laut maupun air tawar. Bagaimana bisa? Abu Ubaidah, seorang penulis terdahulu,
sangat yakin bahwa mutiara hanya datang dari air laut, sehingga ia mencoba
berkelit untuk menafsirkan ayat tersebut dengan sesuatu yang lain. Maka ia
menulis, "Mutiara hanya datang dari salah satu nya".
Tetapi kini telah diketahui
bahwa mutiara bisa terbentuk di dalam air tawar. Encyclopedia Britannica,
Micropaedia 1977, menulis bahwa di sungai-sungai rimba Bavaria (Eropa)
mutiara .libudidayakan. Bahkan budidaya mutiara air tawar di Cina telah dikenal sejak sebelum tahun 1000 SM.
Dengan demikian, pernyataan
al-Qur'an dalam surat ini sesuai dengan arti harfiahnya, tanpa memerlukan penafsiran yang
dipaksakan.
Apakah pembaca akan berhenti
sampai di sini?
Kita beralih ke ayat
al-Qur'an yang pembahasannya memerlukan pengetahuan astrofisika, gabungan
astronomi, fisika dan matematika, yaitu Surat an-Nur atau yang berarti
cahaya.
"Allah (pemberi)
cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumynmaan cahaya Allah adalah seperti sebuah
lubang yang tak tembus (misykat), yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu
didalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti
mutiara, yang dinyalakan dengan pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon
zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan dan tidak pula di
sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walauyun
tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing
kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
(an-Nur 24 : 35).
(an-Nur 24 : 35).
Esensi ayat ini adalah bahwa Tuhan adalah (satu-satunya)
pemberi cahaya di alam semesta tanpa sentuhan api. Namun menyangkut perumpamaan,
mufasir klasik menghadapi kesulitan untuk menjelaskan lebih
rinci.
Dengan beberapa pengecualian mereka akan menjelaskan bahwa
misykat, atau suatu lubang yang tidak dapat ditembus, adalah lubang di
rumah-rumah untuk tempat lampu obor, yang ada di dinding rumah. Sedangkan pohon
(zaitun) yang dimaksud adalah pohon (zaitun) yang tumbuh di bukit-bukit,
sehingga sinar matahari dapat menyinari, baik pada saat matahari terbit maupun
matahari terbenam.
Mufasir modern, seperti Malik Ben Nabi, menjelaskan bahwa
misykat adalah lampu bohlam:
Pohon yang dimaksud
adalah kawat wolfram yang berpijar karena efek listrik tanpa disentuh api,
dibungkus gelas kaca, untuk memantulkan seluruh sinarnya ke segala arah sehingga
dapat menerangi seluruh ruangan. Lampu bohlam adalah sekat yang tak dapat
ditembus, karena hampa udara, tidak ada oksigen di
sana.
Tetapi, dalam studi yang lebih mendalam tentang cahaya di
langit oleh para astrofisikawan, misalnya Mohamed Asadi dalam bukunya The Grand Unifying Theory of Everything, perumpamaan ayat tersebut lebih
mendekati kepada fenomena quasar dan gravitasi efek lensa yang menghasilkan
cahaya di atas cahaya.
Quasar atau Quasi Stellar adalah objek
di langit yang ditemukan pertama kalinya pada tahun 1963. Mereka mewakili objek
yang paling terang di alam semesta, jauh lebih terang dari cahaya matahari atau
bintang.
Para astronom menemukan bahwa objek "seperti bintang' ini terletak
miliaran tahun cahaya dari bumi. Objek ini tentunya mempunyai energi yang
besarnya sangat luar biasa supaya tetap terlihat dari sini. Energi mereka
berasal dari "pusat lubang hitam yang sangat masif".
Karakter pertama dari ayat
ini yaitu misykat adalah "lubang hitam", sedangkan karakter kedua yaitu "pelita
dalam kaca" adalah galaksi yang menghasilkan efek gravitasi
lensa seperti quasar (pelita) yang terbungkus oleh kaca (gelas). Coba simak keterangan quasar oleh astronom
NASA.
"Efek gravitasi pada
galaksi, quasar yang jauh, serupa dengan efek lensa sebuah gelas minum
yang memantulkan sinar lampu jalan yang menciptakan
berbagai image (lapisan cahaya atas
cahaya)".
Energi
quasar yang berasal (dicatu) dari
lubang hitam, terjadi ketika "bintang-bintang dan gas" dari galaksi terhisap di
dalamnya. Karakter lainnya yang disebut "pohon" oleh al-Qur'an adalah sebutan
yang tidak lazim oleh para astronom yang menggambarkan galaksi sebagai
"pohon-pohon" yang terdiri dari bintang-bintang. Lihat saja istilah diagram
HertzprungRussel, dalam buku Timothy Ferris, The Whole Shebang, 1997.
Barangkali, karakter lainnya
yang menarik dari ayat di atas adalah pernyataan "diterangi tanpa tersentuh oleh
api", suatu fenomena fusi nuklir yang menghasilkan cahaya yang sangat terang, di
mana di ruang angkasa nyaris tidak ada oksigen untuk pembakaran.
Bintang-bintang memulai hidupnya dengan unsur kimia yang paling ringan, yakni
hidrogen. Gas berkontraksi, karena gravitasi, memanas; atom hidrogen
bertumbukan dan membentuk helium, unsur yang lebih berat, ketika mengeluarkan
energinya. Energi inilah yang membuat objek "bintang- bintang" bersinar tanpa
"disentuh api', energi ini juga yang memelihara keseimbangan posisi
bintang-bintang di alam semesta.
Sepanjang pengetahuan manusia yang ada
sekarang, fenomena quasar inilah yang paling tepat untuk menggambarkan ayat di
atas. Terlebih lagi perumpamaan dalam ayat tersebut: "seakan-akan bintang yang bercahaya seperti mutiara". Bahkan aslinya lebih
terang dari sinar bintang, dan memang seperti "mutiara" bila kita lihat dari
foto-foto NASA yang ada, gemerlapan, sangat menawan.
Dengan demikian, terjemahan
bebas ayat 35 Surat an-Nur dari sisi
sains adalah:
"Allah (pemberi) cahaya
(kepada) langit dan bumi.
Perumpamaan cahaya Allah, adalah
seperti sebuah lubang (hitam) yang tak tembus (misykat), yang di dalamnya ada pelita besar (quasar). Pelita
itu di dalam kaca (dan) kaca (efek
gravitasi lensa dari galaksi) itu seakanakan bintang
(yang bercahaya)
seperti mutiara, yang dinyalakan
dengan pohon (galaksi yang dicatu oleh lubang hitam) yang banyak
berkahnya, (yaitu) pohon
(galaksi) yang tumbuh tidak di
sebelah timur (sesuatu) dan
tidak pula di
sebelah barat (nya), yang minyaknya
(fusi nuklir) hampir-hampir menerangi,
walaupun tidak disentuh api. Cahaya di
atas cahaya (efek gravitasi lensa), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki,
dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan
bagi manusia,dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu."
Antisipasi ke Depan atau Catatan
Sebelumnya
AI-Qur'an dalam
pengajarannya bukan saja dengan kalimat (teks) tetapi juga dengan hitungan,
hitungan yang membahas berbagai hal. Perbandingan luas lautan dengan daratan,
dampak pemanasan global (global warming), kecepatan cahaya, dan umur alam semesta: berdasarkan
informasi-informasi yang disajikan oleh ayat-ayat al-Qur'an.
Bila al-Qur'an seolah-olah mengantisipasi ke masa depan, itu adalah semata-mata perspektif manusia. Sebab dalam pandangan al-Qur'an, semua kejadian di bumi, sesungguhnya telah tercatat dengan baik di dalam Kitab Utama, Pusat Arsip, atau Lauh Mahfuzh, sebelum kejadian tersebut berlangsung.
Bila al-Qur'an seolah-olah mengantisipasi ke masa depan, itu adalah semata-mata perspektif manusia. Sebab dalam pandangan al-Qur'an, semua kejadian di bumi, sesungguhnya telah tercatat dengan baik di dalam Kitab Utama, Pusat Arsip, atau Lauh Mahfuzh, sebelum kejadian tersebut berlangsung.
Umur Alam Semesta
Secara ringkas, umur elemen
kimia dapat diperkirakan berdasarkan uji radio aktif terhadap atom tersebut. Dan
umumnya dapat ditentukan dengan menggunakan uji contoh batubatuan, yaitu
dengan mengukur perubahan elemen berat seperti Rubidium Rb-87. Bila uji Rubidium
ini diterapkan atas batuan yang tertua di bumi akan didapatkan bahwa batuan
tertua berumur 3,8 miliar tahun. Jika diterapkan atas batuan tertua dari meteor
akan didapatkan angka 4,56 miliar tahun.
Kesimpulan ini membuktikan bahwa tata
surya kita berumur sekitar 4,6 miliar tahun, dengan tingkat kesalahan 100 juta
tahun. Sedikit berbeda, bila metode ini digunakan untuk mengukur gas di alam
semesta maka akan menyebabkan tingkat variasi yang lebih lebar. Ilmuwan cukup
puas mengetahui umur alam semesta sejak Dentuman Besar dengan perhitungan
elemen kimia yaitu antara 11-18 miliar tahun.
Mohamed Asadi dalam bukunya
The Grand Unifying Theory of
Everything mengatakan bahwa umur alam semesta, berdasarkan penyelidikannya
terhadap bintang-bintang tertua, adalah antara 17 sampai 20 miliar tahun.
Sedangkan Profesor Jean Claude Batelere dari College de France menyatakan bahwa
umur alam semesta kira-kira 18 miliar tahun.
Dalam al-Qur'an ada dua ayat
yang mengindikasikan perhitungan alam semesta selain makna relativitas waktu,
yaitu Surat as-Sajdah (32:5) dan al-Ma'arij
(70:4).
"Malaikat-malaikat dan
Jibril naik (menghadap) keyada Tuhan
dalam sehari yang kadarnya lima puluh
ribu tahun" (al-Ma'arij 70 : 4)
Kita dapat mencatat bahwa
al-Qur'an tidak mengatakan "50.000 tahun" waktu bumi. Karena waktu ini adalah
waktu relatif di suatu tempat di langit, di mana satu hari sama dengan 1000
tahun waktu bumi. Hari relatif tersebut merupakan umur alam semesta di mana
sistem tata surya manusia (kita) berada.
Mari kita konversikan waktu
relatif alam semesta:
50.000 x 365,2422 =
18.262.110
Satu hari relatif di "satu
tempat" di alam semesta, di tempat malaikat melaporkan urusannya, sama dengan
1000 tahun di bumi:
18.262.110 x 1000 =
18.262.211.000 tahun atau 18,26 miliar tahun.
Dengan demikian, umur alam
semesta relatif adalah 18,26 miliar tahun. Hasilnya hampir sama dengan
perhitungan Profesor Jean Claude Batelere dari College de France tersebut di
atas.
NASA memperkirakan umur alam
semesta antara 12-18 miliar tahun berdasarkan pengukuran seberapa cepat alam
semesta kita ini ekspansi setelah terjadinya "Dentuman Besar".
Dr. Marshall Joy dan Dr.
John Carlstrom dari Universitas Chicago (tim NASA) telah mampu mengatasi masalah
pengukuran kecepatan ekspansi alam semesta dengan teknik terbaru, yaitu
menggunakan radio interferometer untuk menyelidiki dan mengukur fluktuasi
Cosmic Microwave Background Radiation (CMBR).
Dengan demikian, umur alam
semesta dapat diperkirakan. Sedangkan tim NASA lainnya memperkirakan umur alam
semesta antara 8-12 miliar tahun berdasarkan pengukuran jarak galaksi "M100" dengan teleskop ruang angkasa Hubble. Galaksi tersebut diperkirakan berjarak 56
juta tahun cahaya dari bumi.
Namun demikian, pengukuran umur alam semesta ini
menimbulkan pertanyaan, bagaimana mungkin alam semesta umurnya lebih muda,
padahal salah satu bintang di Bima Sakti mungkin umurnya jauh lebih tua dari
perkiraan tersebut?.
Dengan demikian, jumlah
penyebutan kata-kata tertentu dalam al-Qur'an mempunyai, makna yang sangat dalam,
dan baru dapat diketahui oleh pembaca jika ia mempunyai pengetahuan dan sains
yang cukup luas.
Dikutip dari buku: "Matematika Alam Semesta" karya: Ir. Arifin Muftie.
--o0o--
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !