Headlines News :

MUNCULNYA KISAH NYAI RATU KIDUL

BAGIAN I

MUNCULNYA KISAH NYAI RATU KIDUL

Ada beberapa penyebutan, untuk menyebut nama penguasa Laut Selatan Pulau Jawa (Samudera Hindia) yang dipercaya oleh masyarakat Jawa. Nyi Roro Kidul, Nyai Roro Kidul, Nyi Loro Kidul, Nyai Loro Kidul, Nyi Ratu Kidul atau Nyai Ratu Kidul. Saya tidak akan mengulas perbedaan lafal tersebut. Sebab, “Nyai” adalah panggilan untuk perempuan Jawa dari kaum strata atas, yang maksudnya juga sama dengan “Nyi.” Nama “Roro” juga dimaksudkan sama dengan “Loro” adalah sebutan nama untuk seorang puteri. Maka ada puteri-puteri bangsawan Jawa dengan nama Roro Jonggrang, Roro Mendut dan sebagainya. Untuk mudahnya, saya memilih salah satu lafal namanya, yaitu: NYAI RATU KIDUL.

Cerita Nyai Ratu Kidul yang dipercayai oleh kebanyakan orang Jawa tradisional itu sampai sekarang masih menimbulkan kontroversi. Ada yang mempercayainya, dan bahkan mengaku pernah bertemu, dan banyak juga yang hanya menganggap sebagai dongeng belaka. Kepercayaan kepada Nyai Ratu Kidul itu tidak hanya dimonopoli oleh masyarakat tradisional, tapi juga oleh intelektual modern, terutama para peminat mistik Jawa.

Apakah Nyai Ratu Kidul merupakan kisah nyata, atau karangan pujangga untuk tujuan murni hiburan rakyat seperti layaknya kisah atau dongeng, ataukah sebuah karya dongeng dari pujangga atas pesanan penguasa demi tujuan politik, ataukah dongeng itu adalah karya penguasa sendiri untuk digunakan menjaga kemapanan posisi politiknya? mengingat, kisah Nyai Ratu Kidul melibatkan tokoh manusia Sutowijoyo, raja muslim Mataram yang bergelar Panembahan Senopati itu. Sebelumnya, belum pernah ada cerita raja muslim yang nekat kawin dengan ratu lelembut.

Saya akan memberikan contoh-contoh tentang kepercayaan terhadap Nyai Ratu Kidul di tanah Jawa ini. Contoh ini hanyalah sejumlah kecil dari fakta di masyarakat Jawa, diantaranya:

    a. Dalam Serat Wedatama karya Mangkunegoro IV (1853-1181),
       terdapat syair sebagai berikut:

Wikan wengkuning samudra
Kederan wus den ideri
Kinemat kamoting driya
Rinegem kagegem dadi
Dumadya angratoni

Nenggih kang Ratu Kidul
Ndedel nggayuh gegana
Umara marak marepek
Sor prabawa lan Wong Agung Ngeksiganda

Kurang-lebih terjemahannya sebagai berikut:

Mengetahui batas samudera
Semuanya telah dijelajahi
Dipesonanya masuk ke kalbu
Tergenggam digenggam jadi
Jadilah yang menguasai
Yaitu Ratu Kidul
Terbang mencapai angkasa
Lalu datang menghormat
Kalah perbawa dari Orang Besar Mataram (Sutowijoyo).

  1. Di Keraton Jogjakarta diciptakan tari Bedaya Lambangsari dan Bedaya Semang yang dilakukan untuk menghormati Nyai Ratu Kidul. Tiap tahun Sultan Jogja mengadakan ulang tahun (menurut tahun Saka) di Pantai Selatan. Di sebelah Barat Keraton Jogja juga didirikan bangunan di komplek Taman Sari (Istana Bawah Air) yang dinamakan Sumur Gumuling, yang diyakini sebagai tempat pertemuan antara Sultan Jogja dengan Nyai Ratu Kidul. (anglefire.com, 2004). Bandingkan dengan Gedung Putih di Washington D.C.! Gosip asmara penguasanya bukan dengan Dewi Hantu, tapi dengan sekretaris kepresidenan. Keraton Jogjakarta mempunyai hubungan erat dengan Laut Selatan dilihat dari praktek keagamaan, seperti upacara labuhan. Masyarakat Jawa mempercayai adanya lampor, yaitu perjalanan makhluk halus yang saling berkunjung. Lampor itu ditandai dengan suara ribut gemerincing (Y. Argo Twikromo, tembi.org, 2004).
  1. Di Surakarta, dibangun Panggung Sanggobuwono yang dipercaya sebagai tempat pertemuan Nyai Ratu Kidul dengan raja-raja Surakarta. Panggung itu dibuat pada tahun 1782 Masehi (jawapalace.org, 2004). Jadi, jaman sekarang ini Nyai Ratu Kidul harus sibuk membagi waktu untuk menjadi isteri raja Jogja (Hamengku Buwono), raja Surakarta (Paku Buwono), raja Adikarto atau Pakualaman (Paku Alam) dan penguasa Mangkunegaran (Mangkunegoro) yang sama-sama raja-raja keturunan Sutowijoyo?
  1. Komunitas nelayan di Pantai Pangandaran Jawa Barat setiap bulan Suro (Muharam) mengadakan hajat larung sesaji untuk dipersembahkan kepada Nyai Ratu Kidul. Untuk membiayai hajat sesaji tersebut dilakukan penarikan iuran kepada para anggota KUD sebesar 0,25 % dari nilai hasil tangkapan ikan setiap kali melaut. Nilai seluruh iuran tahun terakhir waktu itu (1998) mencapai Rp. 30 juta (indomedia.com, 2004). Jer basuki mawa bea untuk mistik. Nelayan Pangandaran mengharapkan basuki (keselamatan) dari Nyai Ratu Kidul.
  1. Di Hotel Samudra Beach, Pelabuhan Ratu, Sukabumi, ada kamar nomor 308 yang khusus, terdapat lukisan Nyai Ratu Kidul dan perangkat sesajen, kosmetika, dan tempat tidur. Kamar 308 itu dipercayai sebagai tempat singgah Nyai Ratu Kidul.
    Manajemen Samudra Beach Hotel mempunyai alasan bahwa itu hanya pertimbangan bisnis (Ahmad Zulfan, egroups.com, 1999). Ini berarti bisnis hotel tersebut memanfaatkan animo calon konsumen yang percaya dengan Nyai Ratu Kidul atau para penganut kepercayaan mistik.
  1. Dalam berita Media Indonesia, 23 Oktober 1999 ditulis bahwa lukisan Nyai Ratu Kidul (Nyi Roro Kidul) menghiasi ruang Wakil Presiden di Istana Kepresidenan. Waktu itu yang baru menjadi wakil presiden adalah Megawati Soekarnoputri sedang melihat-lihat calon kantornya itu (Yoyok P. H., hamline.edu, 1999). Kenyataan itu tidak otomatis bisa ditafsirkan bahwa wakil presiden sebelumnya adalah pemuja Nyai Ratu Kidul. Tapi apa salahnya jika dikatakan: Pemasang gambar atau penyuruhnya, suka dengan lukisan Nyai Ratu Kidul. Selanjutnya terserah pembaca untuk menafsirkannya sendiri.
  1. Kepercayaan luas masyarakat Jawa tentang larangan memakai pakaian warna hijau jika jalan-jalan di Pantai Selatan.
  1. Banyak kasus para wisatawan di pantai Selatan terseret ombak dan tenggelam, yang selalu dipercaya masyarakat karena dibawa oleh Nyai Ratu Kidul.
Riwayat asal-usul Nyai Ratu Kidul sendiri sebenarnya sangat banyak versinya. Saya akan menceritakan beberapa versi, sekedar sebagai contoh. Karena saya kesulitan mencari istilah yang pas maka akan saya gunakan Versi A, B, C dan D. Urutan huruf tersebut hanya istilah yang saya gunakan, tidak menunjukkan tingkatan atau urutan kualitas atau kebenaran ceritanya.

1. Nyai Ratu Kidul Versi A

Di kerajaan Kediri, seorang putera raja Jenggala bernama Raden Panji. Suatu saat Raden Panji berkelana sampai ke hutan Sigaluh. Waktu itu Raden Panji membabat hutan Sigaluh. Padahal di hutan itu juga terdapat pohon beringin putih (waringin putih) yang menjadi pusat kerajaan lelembut (makhluk halus) yang rajanya bernama Prabu Banjaran Seta. Ketika melakukan pembabatan hutan itu ternyata pohon waringin putih tersebut ikut terpotong.

Dengan tumbangnya pohon waringin putih tersebut Prabu Banjaran Seta menjadi senang sebab ia dapat menyempurnakan hidupnya, sehingga akhirnya roh Prabu Banjaran Seta manjing (masuk) kedalam tubuh Raden Panji, sehingga Raden Panji bertambah kesaktiannya. Maka kekuasaan hutan Sigaluh dan kerajaan Prabu Banjaran Seta diambil-alih oleh Raden Panji. 

Prabu Banjaran Seta mempunyai adik perempuan bernama Retnaning Dyah Angin-angin, yang selanjutnya dijadikan isteri oleh Raden Panji. Dari perkawinan tersebut lahir anak perempuan bernama Ratu Hayu. Pada hari kelahirannya tersebut datanglah kakek Ratu Hayu yang bernama Eyang Sindhula yang kemudian memberi nama Ratu Hayu tersebut dengan nama Ratu Pagedongan dengan harapan agar menjadi wanita tercantik di jagat raya. Setelah Ratu Pagedongan besar ia meminta kepada Eyang Sindhula agar kecantikannya abadi. Maka permintaan itu dikabulkan dan Ratu Hayu atau Ratu Pagedongan akan menjadi cantik terus sampai hari akhir jaman, dengan syarat ia harus menjadi lelembut. 

Setelah Ratu Pagedongan menjadi lelembut, maka Raden Panji memberikan kekuasaan kepada anaknya itu untuk memerintah di Laut Selatan, sampai saatnya nanti bertemu dengan Wong Agung yang memerintah Jawa. Hal ini juga disinggung dalam Serat Darmogandhul. 

Cerita tersebut mirip-mirip dengan kisah Pandawa dalam perjuangannya membuka Wonomarto (hutan Amarta) yang harus berlawanan dengan penguasa raksasa di Pringgondani yang dikalahkan oleh Bima, sehingga akhirnya Bima mengawini puteri kerajaan Pringgondani bernama Dewi Arimbi. Kekuasaan Pringgondani selanjutnya diserahkan kepada Gatotkaca, anak hasil perkawinan Bima dengan Dewi Arimbi. 

Kisah asal-usul Nyai Ratu Kidul versi ini seolah-olah hendak memberikan gambaran bahwa penguasa jaman dahulu biasa kawin dengan lelembut, seperti halnya akhirnya dikisahkan Nyai Ratu Kidul menjadi isteri Sutowijoyo, Raja Mataram, dan raja-raja keturunannya.


2. Nyai Ratu Kidul Versi B

Di jaman Majapahit, di hutan Mentaok ada kerajaan bernama Mataram yang diperintah oleh seorang ratu bernama Lara Kidul Dewi Nawangwulan. Sang ratu tersebut adalah keturunan raja Tanah Melayu yang diambil menantu oleh Raja Majapahir, Bre Wengker (1456-1466), dikawinkan dengan Raden Bondan Kejawan atau Kidang Telangkas (atau dalam cerita rakyat dikenal dengan Jaka Tarub). Dalam dongeng dikisahkan bahwa Lara Kidul Dewi Nawangwulan bukanlah puteri kerajaan Tanah Melayu, melainkan bidadari yang baju terbangnya dicuri oleh Jaka Tarub ketika mandi di sendang bersama-sama dengan bidadari lainnya. 

Perkawinan antara Raden Bonda Kejawan (Jaka Tarub) dengan Lara Kidul Nawangwulan melahirkan anak perempuan bernama Dewi Nawangsih yang menjadi ratu penerus penguasa Mataram. Selanjutnya pemerintahan Dewi Nawangsih dilanjutkan anak perempuannya bernama Ni Mas Ratu Angin. 

Pada waktu Sutowijoyo, Ki Juru Mertani dan Pemanahan diberikan hadiah hutan Mentaok oleh Sultan Hadiwijoyo, maka dimulailah pembabatan hutan tersebut dan di situ bertemulah Sutowijoyo dengan Ni Mas Ratu Angin. Atas persetujuan Sultan Hadiwijoyo maka Sutowijoyo dikawinkan dengan Ni Mas Ratu Angin. Ini dimaksudkan sebagai legitimasi kekuasaan Sutowijoyo untuk menjadi raja Mataram sebab Sutowijoyo bukan keturunan raja, sedangkan dalam darah Ni Mas Ratu Angin mengalir darah raja Majapahit. Ni Mas Ratu Angin inilah yang dimitoskan sebagai Nyi Ratu Kidul. 

Versi ini mungkin berbenturan dengan cerita silsilah Sutowijoyo. Mungkin Ni Mas Ratu Angin bukan anak dari Dewi Nawangsih, tapi keturunan yang lebih jauh ke bawah, sebab jika ditelusuri ternyata anak dari Dewi Nawangsih adalah termasuk Ki Getas Pandawa yang merupakan buyut dari Sutowijoyo. Jika Ni Mas Ratu Angin adalah anak Dewi Nawangsih, maka sama halnya Sutowijoyo mengawini saudari buyutnya, yang semestinya sudah nenek-nenek keriput.


3. Nyai Ratu Kidul Versi C

Alkisah, di kerajaan Pajajaran dahulu ada puteri raja yang mempunyai penyakit kulit bersisik dan seluruh tubuhnya buruk tak terawat. Suatu saat puteri tersebut diusir oleh saudara-saudaranya dari kerajaan sebab mereka malu mempunyai saudara yang buruk rupa. Lalu sang Puteri pergi ke Laut Selatan dan karena kesedihannya ia menceburkan diri ke laut. Selanjutnya di Laut Selatan inilah sang Puteri memperoleh kesembuhan, sampai akhirnya menjadi penguasa Laut Selatan.

Suatu hari kerajaan Pajajaran mengadakan upacara di Pelabuhan Ratu. Maka munculah Ratu Kidul yang mengabarkan bahwa dirinya adalah puteri kerajaan Pajajaran yang dahulu diusir saudara- saudaranya dan kini menjadi penguasa Laut Selatan.


Kisah versi C tersebut mungkin sama dengan kisah Versi D di bawah ini:

4. Nyai Ratu Kidul Versi D

Dahulu kala hidup seorang puteri kerajaan Munding Wangi bernama Kadita. Saking cantiknya maka ia dijuluki Dewi Srengenge (Dewi Matahari). Namun Raja Munding Wangi belum puas dan bersedih sebab ia mengharapkan anak laki-laki. Lalu sang Raja mengawini seorang puteri yang bernama Dewi Mutiara. Dewi Mutiara merasakan Dewi Srengenge sebagai ganjalan cita-citanya, sebab Dewi Mutiara menginginkan anaknya kelak yang menjadi raja di Munding Wangi. Maka Dewi Mutiara meminta kepada Raja untuk menyuruh Dewi Srengenge pergi dari istana. Tapi permintaan itu ditolak oleh Raja.

Suatu hari Dewi Mutiara mengutus pembantunya untuk menyewa jasa seorang dukun untuk mengutuk Dewi Srengenge agar tubuhnya menjadi gatal-gatal dan kudisan. Maka Dewi Srengenge berubah menjadi puteri yang buruk rupa dan berbau tidak sedap. Mengetahui kondisi puterinya seperti itu maka Raja Munding Wangi mengundang seluruh tabib istana untuk mengobati puterinya tersebut, namun segala daya tidak berhasil menyembuhkan Dewi Srengenge. Dengan keadaan putus asa seperti itu datang pengaruh dan hasutan dari Dewi Mutiara agar sang Raja mengusir puterinya itu dari istana. Maka Raja Munding Wangi akhirnya mengirimkan Dewi Srengenge ke luar kerajaan.

Dewi Srengenge dengan tabah menjalani penderitaannya dan tidak mempunyai dendam kepada ibu tirinya, Dewi Mutiara. Ia berdoa agar Tuhan mendampingi dan melindunginya dalam penderitaan tersebut. Ia berjalan terus, hingga akhirnya sampai ke Laut Selatan. Ajaibnya, ketika kulitnya tersentuh air Laut Selatan tiba-tiba sembuh, maka ia mandi dan dengan itu pula sakit kulitnya sembuh. Akhirnya Dewi Srengenge menjadi penguasa Laut Selatan (Nyai Ratu Kidul).

Begitulah beberapa kenyataan adanya kepercayaan kepada Nyai Ratu Kidul, dengan beberapa versi cerita asal-muasal Nyai Ratu Kidul. Kisah Nyai Ratu Kidul memang bukan sejarah yang mengandung kronologis waktu, melainkan cerita rakyat yang tersebar dari mulut ke mulut.

Beberapa kisah tersebut menunjukkan adanya pengaruh yang cukup berarti tentang kepercayaan terhadap Nyai Ratu Kidul. Artinya, kisah Nyai Ratu Kidul telah mengalami perbedaan perspektif yang ditinjau dari sudut pandang kedaerahan masing-masing. Ini boleh dijadikan sebagai awal asumsi bahwa adanya kepercayaan terhadap Nyai Ratu Kidul yang meluas pada jaman dahulu, dijadikan sebagai alat penguat struktur politik dan sosial masyarakat masa lalu. Seolah-olah masing masing daerah hendak menunjukkan, “Ini lo! Nyai Ratu Kidul itu berasal dari daerahku!”.


Pengakuan masing-masing daerah di Jawa tentang asal-usul Nyai Ratu Kidul tersebut merupakan klaim yang rupa-rupanya mungkin bertujuan untuk meneguhkan suatu kepercayaan di masa itu, yang digunakan oleh penguasa daerah masing-masing untuk mempengaruhi masyarakat bahwa mereka didukung oleh Ratu lelembut. Sama halnya dengan kepercayaan orang Cina atau orang India yang masing-masing menganggap tanah mereka sebagai pusat bumi, sebab mereka menganggap dan meyakini di tempat mereka masing-masing itulah Sang Maha Dewa menurunkan wahyuNya. Seperti halnya keimanan Yahudi, Nasrani dan Islam yang meyakini bahwa tanah suci dunia ada di daerah mereka, sebab di situlah turunnya para Nabi dan Rasul.


Tetapi, boleh jadi, bahwa banyaknya versi kisah muasal Nyai Ratu Kidul tersebut juga merupakan pengembangan atau kreatifitas sastrawan masa lalu. Sastrawan atau pujangga di masing-masing daerah di Jawa melihat sebuah cerita masyarakat yang menarik tentang kepercayaan terhadap penguasa lelembut di Laut Selatan , lalu mereka menciptakan kisah (fiktif) berdasarkan sudut pandang kedaerahan masing-masing.


Selanjutnya buku ini nantinya juga akan mengupas Nyai Ratu Kidul dari beberapa sudut pandang politik, logika, dan ajaran agama Islam yang dikorelasikan dengan masalah sinkretisme. Analisis dari beberapa sudut pandang itu perlu dilakukan, mengingat kepercayaan terhadap Nyai Ratu Kidul tidak sekedar menjadi buah bibir dan dongeng penghantar tidur, tapi telah mengakar kuat di masyarakat Jawa. Tujuan dari analisis tersebut adalah untuk bisa mengambil kesimpulan, seberapa besar pengaruh manfaat atau kerugian kepercayaan terhadap Nyai Ratu Kidul tersebut.


Harus diakui, bahwa masyarakat Jawa, Indonesia dan Asia pada umumnya sudah sangat lama berkutat dalam perkara-perkara kepercayaan terhadap lelembut yang ternyata mempunyai pengaruh terhadap perkembangan masyarakatnya. Di Indonesia yang tanahnya subur dan mengandung berbagai sumber kekayaan alam terlalu banyak tempat yang dikeramatkan. Justru akhirnya orang-orang asinglah yang secara berani mengeksploitasi sumber kekayaan alam di Indonesia, dan lucunya orang-orang Indonesia sendiri justru hanya berani menjadi dukun mistiknya yang bertugas membakar kemenyan dan membaca mantera dan menjadi buruh kasarnya.



Bersambung => BAGIAN II: NYAI RATU KIDUL DAN PENGUASA MATARAM


--o0o--


0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Choose Your Own Language

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © Pebruari 2017 - FRIDA ACEDA - All Rights Reserved
Design by Utak-Atik Mediatama Sumedang