Headlines News :
Home » » Asal-Usul Kerajaan Arab Saudi

Asal-Usul Kerajaan Arab Saudi

Najd dibaca: 'Najed' adalah sebuah wilayah semenanjung Arab secara harfiah berarti 'dataran tinggi' karena memang  terletak pada dataran tinggi dengan ketinggian 762 s/d 1.525 meter di atas permukaan laut.  Pada wilayah ini terletak kota Riyadh sebagai ibukota negara Arab Saudi sekarang  yang di pinggiran barat laut terdapat kota Diriyah.  Kota Diriyah ini diidentifikasi dengan pemukiman kuno yang dikenal sebagai "Ghabra", sejarah Diriyah berawal dari abad ke-15. 

Sejarah mencatat kota ini didirikan pada tahun 1446-1447 oleh Mani' al-Muraidi, nenek moyang keluarga kerajaan Saudi.  Mani' dan pasukannya telah datang dari daerah Al-Qatif di bagian timur Saudi, atas undangan kerabatnya yang bernama Ibnu Dir', penguasa sekelompok desa dan perkebunan yang merupakan cikal-bakal dari kota Riyadh saat ini. Klan Mani' sebelumnya berasal dari daerah Al-Qatif, yaitu bagian timur Saudi. Saat itu Ibnu Dir' memberikan Mani' dua perkebunan, yaitu Al-Mulaibid dan Ghasibah. Lama-kelamaan kawasan tersebut berkembang dan kemudian mereka namakan "Al-Dir'iyah", namanya diabadikan sebagai wujud jasa Ibnu Dir'.  Selanjutnya salah satu keturunan Mani', yaitu Syekh Saud bin Muhammad bin Muqrin (wafat 1725) dari cabang keluarga Al-Muqrin, namanya kemudian menjadi asal dari nama Wangsa Saud.

Muhammad bin Saud  yang wafat pada tahun 1765 adalah Pangeran Dir`iyah dan juga Pendiri Negara Saudi Pertama. Basis kekuatan awal Muhammad bin Saud adalah kota Dir'iyah ini, di mana ia bertemu Muhammad bin Abdul Wahhab, yang mendatanginya untuk meminta perlindungan. Muhammad bin Saud memutuskan untuk bekerja sama dan melaksanakan ide Muhammad bin Abdul Wahhab dalam hal memurnikan kembali ajaran Islam dari bid'ah dan mendirikan negara yang berdasarkan syari`at Islam. Mereka membentuk aliansi pada tahun 1744, yang kelak  diperkuat dengan ikatan peresmian pernikahan putri Muhammad bin Abdul Wahhab dengan Abdul Aziz, putra dan penerus dari Muhammad bin Saud. Setelah itu, keturunan Muhammad bin Saud dan keturunan Muhammad bin Abdul Wahhab, Alu Syaikh, tetap erat sampai sekarang. 

Dengan menggunakan ideologi Muhammad bin Abdul Wahhab, Muhammad bin Saud mendirikan Wangsa/Dinasti Saud dan menjadikannya sebagai kekuatan lain di jazirah Arab. Penggunaan agama sebagai dasar negara menjadikan negara ini beda dengan negara tetangga lainnya.

Sejarah mencatat selama tahun 632 M dan 633 M, Najd terlibat dalam perang Riddah, di mana Khalifah Abu Bakar mengirimkan Khalid bin Walid menuju Najd dengan kekuatan 4.000 orang. Perang Riddah disebut Perang Melawan Kemurtadan,  adalah serangkaian kampanye militer melawan pemberontakan beberapa suku Arab. Pemberontakan-pemberontakannya, dalam historiografi Islam pada masa itu dianggap bersifat keagamaan, dikarenakan ada salah seorang pengikut Muhammad yang kemudian mengaku sebagai seorang nabi yaitu, Musaylimah. Kemudian menurut pendapat penulis asal barat, pemberontakan-pemberontakan itu lebih bersifat politis, dan pemberontakan itu juga memiliki aspek keagamaan lainnya yaitu, Madinah telah menjadi pusat sistem sosial dan politik, yang di dalamnya agama menjadi bagian penting; akibatnya tidak terelakkan lagi bahwa reaksi melawan sistem ini juga memiliki aspek keagamaan. 

Dalam suatu hadits terkenal dari Nabi Muhammad, nama Najd disebut oleh baginda Rasulullah SAW sebagai berikut:

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Husain bin Hasan yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun dari Nafi’ dari Ibnu Umar yang berkata (Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda “Ya Allah, berilah keberkatan kepada kami, pada Syam kami dan pada Yaman kami”. Para sahabat berkata “Dan juga Najd kami?”. Dia bersabda “Di sana muncul kegoncangan dan fitnah, dan di sanalah muncul tanduk setan.” 

Dalam hadis lain, sabda Nabi Muhammad: "Wahai Allah, berkahilah wilayah Yaman kami dan wilayah Syam kami", lalu mereka berkata: dan juga untuk wilayah Najd kita wahai Rasulullah..! Rasulullah berdoa lagi: "Ya Allah, berkahilah wilayah Yaman kami dan wilayah Syam kami" lalu mereka berkata lagi: Dan juga untuk wilayah Najd kita, wahai Rasulullah!, Rasulullah menjawab: "Di situlah goncangan, fitnah, dan di sanalah terbitnya tanduk setan."

Meskipun secara tekstual disebutkan "Najd", namun hadis di atas mempunyai redaksi lain di mana kata "Najd" disebutkan sebagai "Irak". Telah menjadi perbedaan pendapat (ikhtilaf) di kalangan para ulama hingga saat ini apakah yang dimaksud oleh rasulullah itu adalah Najd ataukah Irak. Ulama semisal Ibnu Hajar Al 'Asqalani menyebutkan bahwa yang dimaksud Najd di hadits tersebut adalah Irak. (lihat sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Najd).

Pada tahun 1926, Kesultanan Najd di bawah pemerintahan Abdul Aziz bin Saud memperluas wilayahnya dan menaklukkan Kerajaan Hijaz milik Dinasti Hasyimiyah  yang merupakan wilayah protektorat Kekhalifahan Utsmaniyah/Ottoman yang berkuasa 1299–1923 M (sekarang Turki)  yang pada waktu itu merupakan pemelihara Dua Tanah Suci (Haramain) yakni Mekkah dan Madinah. Setelah Kerajaan Najd dan Hijaz disatukan, Abdul Aziz bin Saud menjadi rajanya. Pada 23 September 1932, wilayah utama kekuasaan Dinasti Saud yakni Al-Hasa, 'Asir, Qatif, Najd dan Hijaz disatukan menjadi Kerajaan Arab Saudi dan akhirnya Najd menjadi salah satu provinsi dari Kerajaan Arab Saudi.

Kerja sama antara keduanya lantas berujung pada meningkatnya kekuatan militer Diriyah. Secara berangsur-angsur, wilayah Diriyah terus bertambah luas hingga akhirnya mencakup hampir seluruh wilayah Jazirah Arab, tak terkecuali kota Mekkah & Madinah yang terletak di sebelah barat yang merupakan wilayah kerajaan Hijaz mili dari Dinasti Hashim. Hal tersebut menuai rasa tidak suka dari Kesultanan Ottoman selaku penguasa awal 2 kota tersebut. Jika Mekkah & Madinah dibiarkan berpindah tangan, maka masyarakat Muslim dunia dikhawatirkan bakal berhenti memandang Ottoman sebagai kekhalifahan yang sah. Ottoman juga khawatir kalau wilayah lain milik Ottoman yang terletak di Asia Barat nantinya juga akan dicaplok oleh Diriyah.

Wilayah Hijaz dikuasai oleh Wangsa/Dinasti Hashim. Negeri ini memperoleh kemerdekaannya dari Kesultanan Utsmaniyah pada periode Perang Dunia I setelah Sharif Makkah membuat kesepakatan dengan Britania Raya bahwa penduduk Arab akan memberontak melawan Turki dengan pendirian negara Arab sebagai gantinya. Pada tahun 1916, Sharif Makkah menyatakan dirinya sebagai Raja Hijaz.

Wilayah Hijaz memiliki infrastruktur strategis, terutama jalur kereta api Hijaz, yang dihentikan pengoperasiannya pada masa perang karena fungsinya sebagai pemasok untuk tentara Turki.

Setelah Kerajaan Hijaz ditaklukan oleh Kesultanan Nejd pada tahun 1925 berdirilah Kerajaan Nejd dan Hijaz.  Pada 8 Januari 1926, Sultan Nejd, Abdul Aziz bin Saud, dimahkotai sebagai Raja Hijaz di Masjidil Haram. Pada 27 Januari 1927, ia juga mengangkat status Nejd menjadi kerajaan. Berdasarkan Traktat Jeddah pada 20 Mei 1927, kekuasaan Abdul Aziz diakui oleh Britania Raya dan negaranya dijuluki Kerajaan Nejd dan Hijaz.
Selama lima tahun kemudian, Abdul Aziz memerintah dua kerajaannya sebagai satuan yang terpisah. Pada 23 September 1932, wilayah utama Saudi--Al-Hasa, Qatif, Nejd dan Hejaz—disatukan menjadi Kerajaan Arab Saudi. Kerajaan Nejd dan Hijaz dapat melancarkan kebijakan perluasan wilayah dengan dukungan senjata dari Britania Raya berkat hubungan dekatnya dengan negara tersebut.

Di bawah kekuasaan Abdul Aziz, Hijaz mengundurkan diri dari Liga Bangsa-Bangsa. Pada tahun 1926, Kerajaan Hijaz dan Nejd diakui oleh Uni Soviet yang kemudian diikuti oleh Amerika Serikat pada tahun 1931. Pada tahun 1932, Britania Raya, Uni Soviet, Turki, Persia dan Belanda memiliki kedutaan di Jeddah; Perancis, Italia dan Mesir mengirim perwakilan konsuler tak resmi.  (baca sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Nejd_dan_Hijaz).


Kerajaan ini ditaklukan oleh Kesultanan Nejd pada tahun 1925 yang dipimpin oleh Wangsa/Dinasti Saud, dan digabung menjadi Kerajaan Nejd dan Hijaz, yang pada akhirnya akan menjadi Arab Saudi.
Sebagai respon atas semakin membesarnya kekuatan Diriyah, pada awal abad ke-19 Ottoman meminta Muhammad Ali Pasha - gubernur wilayah Mesir - untuk memerangi pasukan Diriyah. Awalnya pasukan Diriyah masih sanggup memukul mundur pasukan Ottoman/Mesir. Namun Ali Pasha masih enggan menyerah & ia kemudian mengutus anaknya yang bernama Ibrahim Pasha untuk memimpin gelombang invasi Mesir yang berikutnya. Keputusan jitu karena Ibrahim Pasha memanfaatkan kelihaiannya melobi & membujuk penguasa-penguasa lokal Jazirah Arab untuk membelot ke pihak Mesir. Hasilnya, kekuatan Diriyah pun menurun & pasukan Mesir berhasil merebut ibukota Diriyah pada tahun 1818. Sebagian anggota keluarga Saud & sekutunya berhasil ditangkap, namun sebagian lainnya berhasil melarikan diri.

Pasca runtuhnya negara Diriyah, cucu Muhammad bin Saud yang bernama Turki bin Abdullah mendirikan negara baru yang bernama Emirat Nejd. Tahun 1824, pasukan Nejd berhasil mengalahkan pasukan Mesir yang sedang menguasai Riyadh & kota tersebut lalu dijadikan ibukota Nejd yang baru. Perang antara pasukan Mesir & Nejd sendiri tidak berlangsung lebih jauh setelah pemimpin Nejd menyatakan kesediaannya untuk membayar upeti kepada Mesir. Periode damai tersebut sayangnya tidak berlangsung lama setelah pada tahun 1824, Turki dibunuh oleh sepupunya yang bernama Faisal bin Turki bin Abdullah. Karena Faisal enggan melanjutkan kebijakan penyetoran upeti, Mesir lalu menginvasi Nejd & sukses menangkap Faisal.

Mesir lalu mengutus Khalid bin Saud bin Abdul Aziz untuk menjadi pemimpin Nejd yang baru. Alasan kenapa Khalid yang dipilih adalah karena dia masih memiliki hubungan darah dengan keluarga Saud & paham dengan kondisi sosial politik Jazirah Arab, namun ia kini menyatakan kesetiannya pada pemerintah Mesir. Tidak suka melihat kondisi tersebut, sepupu Khalid yang bernama Abdullah bin Thunayan lalu memberontak pada tahun 1841 & sukses menumbangkan rezim Khalid. Tidak lama kemudian, Faisal yang berhasil melarikan diri dari penjara Mesir kembali ke Jazirah Arab & kemudian membunuh Abdullah supaya dirinya bisa kembali berkuasa.

RUNTUH UNTUK DIBANGKITKAN KEMBALI

Tahun 1865, Faisal menghembuskan napas terakhirnya. Pasca meninggalnya Faisal, Nejd langsung dilanda konflik perebutan tahta. Melemahnya kekuatan Nejd lantas dimanfaatkan oleh Emirat Jabal Shammar/Emirat Al-Rasyid untuk memperkuat kedudukannya di Jazirah Arab bagian tengah. Hasilnya, pada tahun 1891 pasukan Al-Rasyid berhasil menaklukkan Riyadh & mengakhiri riwayat Emirat Nejd. Abdul Rahman bin Faisal selaku raja terakhir Nejd sendiri berhasil melarikan diri ke Kuwait. Selama bermukim di Kuwait, Faisal & keluarganya mengintip peluang untuk bisa kembali berkuasa di Jazirah Arab.
Tahun 1902, putra Abdul Rahman yang bernama Ibnu Saud bertolak ke Riyadh dengan hanya ditemani oleh puluhan prajurit yang menunggang unta. Untuk mengakali masalah terbatasnya jumlah prajurit, Saud memutuskan untuk mengincar nyawa pemimpin Riyadh, Ibnu Ajlan. Harapannya adalah jika Ajlan berhasil dibunuh, maka Saud bisa mengklaim dirinya menjadi penguasa baru Riyadh. Rencana tersebut berhasil & Riyadh pun kini berada di tangan Saud. Tidak lama berselang, sisa-sisa pendukung Emirat Nejd yang masih bermukim di Riyadh kemudian beramai-ramai menyatakan dukungannya pada Ibnu Saud, sekaligus menjadi titik awal dari berdirinya negara Arab Saudi modern.

Keberhasilan Ibnu Saud dalam menaklukkan Riyadh & mengumpulkan para pendukung lamanya semakin mengobarkan semangat Ibnu Saud untuk mengembalikan kejayaan Emirat Nejd yang baru berdiri kembali. Keinginan Ibnu Saud tersebut jelas tidak disukai oleh Emirat Al-Rasyid. Sebagai akibatnya, konflik pun pecah antara pasukan Nejd melawan pasukan Al-Rasyid yang mendapat bantuan dari Kesultanan Ottoman. Adalah pasukan Nejd yang berhasil keluar sebagai pemenang sehingga kini wilayah kekuasaan Ibnu Saud pun meluas hingga mencakup wilayah Qasim, sebelah utara Riyadh. Memasuki tahun 1912, sebagai cara untuk menghasilkan prajurit-prajurit yang fanatik & terlatih, Ibnu Saud mendirikan organisasi militer yang bernama "Ikhwan".

Setahun pasca pendirian Ikhwan, giliran wilayah Jazirah Arab bagian timur laut yang berhasil dikuasai oleh Emirat Nejd. Dua tahun berselang, Emirat Nejd terlibat kerja sama dengan militer Inggris karena keduanya sama-sama sedang terlibat konflik dengan Ottoman. Hasilnya manis. Terhitung sejak tahun 1921, seluruh wilayah Emirat Al-Rasyid berhasil dicaplok oleh Nejd, sekaligus menandai hilangnya sekutu Ottoman di Jazirah Arab. Tahun 1925, giliran Kerajaan Hejaz yang berlokasi di sepanjang pesisir barat Jazirah Arab yang ditaklukkan oleh Nejd, sekaligus menandai dimulainya kekuasaan Nejd atas kota suci Mekkah & Madinah. Memasuki dekade 1930-an, wilayah kekuasaan Nejd sudah mencakup hampir seluruh Jazirah Arab.

Tahun 1932, Ibnu Saud memutuskan untuk mengubah nama negaranya menjadi "Kerajaan Arab Saudi" (Al-Mamlaka Al-Arabiyya As-Su'udiyya), sekaligus menandai lahirnya negara modern Arab Saudi secara resmi. Periode ini juga ditandai dengan pembubaran paksa Ikhwan oleh pemerintah Saudi, karena aksi-aksi milisi Ikhwan di perbatasan Arab Saudi & koloni Inggris di Asia Barat menjadi semakin tak terkendali. Sementara itu di sebelah selatan (Yaman), komunitas Zaidi Syiah mendirikan kerajaannya sendiri pada tahun 1933. Arab Saudi awalnya mencoba menguasai Yaman lewat jalur militer, namun rencana tersebut tidak dilanjutkan setelah pada tahun 1934 pemerintah Saudi & Yaman menandatangani kesepakatan damai.


Raja Abdulaziz bin Abdul Rahman,
pendiri Kerajaan Arab Saudi


Sekilas Asal-Usul Abdul Aziz bin Saud

Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al Saud (lahir di Riyadh, Negara Saudi Kedua, 15 Januari 1876 – meninggal di Ta'if, 9 November 1953 pada umur 77 tahun) (bahasa Arab: عبدالعزيز بن عبد الرحمن آل سعود) adalah Raja Arab Saudi yang pertama. Dia juga dikenali dengan berbagai nama, di antaranya Ibnu Saud. Ia berasal dari Keluarga Kerajaan Saudi yang memerintah sebagian dari Jazirah Arab.

Raja Abdul Aziz dilahirkan di Riyadh dan merupakan anak pasangan Abdul Rahman bin Faisal dan Sara binti Ahmad al-Kabir Sudayri. Pada tahun 1890, semasa berusia sepuluh tahun, Abdul Aziz mengikuti keluarganya dalam pengasingan di Kuwait setelah dikalahkan oleh dinasti Rashidi, saat itu Nejd bukan bagian dari Kesultanan Utsmani, melainkan daerah merdeka yang dikuasai oleh beberapa kabilah suku. Ia menghabiskan masa kanak-kanaknya di Kuwait.

Pada tahun 1901, semasa berusia 22 tahun, Abdul Aziz menggantikan ayahnya sebagai ketua keluarga dinasti Saud dengan gelar Sultan Nejd. Ia kemudian memulai kampanye untuk merebut kembali tanah dari dinasti Rashidi di tempat yang kini merupakan Arab Saudi. Pada tahun 1902, dia bersama-sama dengan pasukan keluarga dan saudaranya berhasil merebut Riyadh.




Dua tahun setelah berhasil merebut Riyadh, Abdul Aziz berhasil menguasai separuh dari Nejd. Meskipun begitu, pada tahun 1904, dinasti Rashidi meminta bantuan dari Kesultanan Utsmaniyah untuk mengalahkan dinasti Saud (Keluarga Kerajaan Saudi). Kerajaan Utsmaniyah mengirimkan pasukan ke Arabia (Tanah Arab) dan ini menyebabkan kekalahan dinasti Saud pada 15 Juni 1904, namun setelah pasukan Utsmaniyah mundur disebabkan masalah tertentu, pasukan dinasti Saud berhasil mengumpulkan kembali kekuatannya.

Pada tahun 1932, setelah menguasai sebagian besar Jazirah Arab dari musuh-musuhnya, Abdul Aziz menamakan tanah gabungan Hijaz dan Nejd sebagai Arab Saudi.

Setelah minyak bumi ditemukan di Arab Saudi pada tahun 1938, Abdul Aziz memberikan izin bagi perusahaan-perusahaan Amerika Serikat dan sekutunya untuk melakukan eksplorasi minyak di wilayah Arab Saudi. Segala keuntungan hasil penjualan minyak dibagi untuk Amerika Serikat dan sekutunya dan keluarga Saud. Keuntungan hasil penjualan minyak yang semakin bertambah menyebabkan Ibnu Saud mulai membelanjakan uang itu untuk membangun Kerajaan Arab Saudi dan menyejahterakan segenap rakyatnya. Amerika Serikat dan Inggris menjadi sahabat dekat Arab Saudi hingga sekarang.

Ia memberi aturan kepada suku-suku nomadik agar mulai saat itu mereka tinggal secara tetap di suatu tempat. Ia juga memulai usaha untuk memberantas tindakan kriminal terutamanya tindakan kriminal terhadap terhadap para peziarah di Makkah dan Madinah.

Abdul Aziz (tengah) dan Presiden Amerika, Franklin D. Roosevelt (kanan)
di geladak kapal Perang USS Quincy setelah konferensi Yalta


Keluarga dan penerus

Jumlah anak Abdul Aziz tidak diketahui tetapi diperkirakan berjumlah 50 hingga 200 orang. Berikut nama-nama istri dan anaknya:
  1. Dengan Wadhba binti Muhammad al-Hazzam
    1. Saud (12 Januari 1902 - 23 Februari 1969); menjadi Raja Arab Saudi pada tahun 1953-1964
    2. Turki (1917-1919)
  2. Dengan Tarfah binti Abdullah al-Shaykh Abdul-Wahab
    1. Khalid (lahir 1903, meninggal dunia semasa masih bayi)
    2. Faisal (April 1904 - 25 Maret 1975); menjadi Raja Arab Saudi pada tahun 1964-1975.
  3. Dengan Jauhara binti Musa'd Al Saud
    1. Muhammad (1910-1988)
    2. Khalid (1913 - 13 Juni 1982); menjadi Raja Arab Saudi pada tahun 1975-1982
    3. Jauhara
    4. Anud (lahir 1917)
  4. Dengan Bazza
    1. Nasser (lahir 1919)
    2. Bandar (lahir 1923)
    3. Fawwaz (lahir 1934)
  5. Dengan Jauhara binti Sa'ad al-Sudairy
    1. Saad (1920 - 1990-an)
    2. Musaid (lahir 1923)
    3. Abdalmohsen (1925-1985)
  6. Dengan Hussah binti Ahmad al-Sudairy
    1. Sa'ad (lahir 1914, wafat 1919)
    2. Fahd (1923 - 1 Agustus 2005); menjadi Raja Arab Saudi pada tahun 1982-2005
    3. Sultan (lahir 30 Desember 1930);(meninggal 22 Oktober 2011)
    4. Abdul-Rahman (lahir 1931)
    5. Turki (lahir 1932)
    6. Nayef (lahir 1934)
    7. Salman (lahir 1935) menjadi Raja Arab Saudi pada tahun 2015 - Sekarang
    8. Ahmed (lahir 1940)
  7. Dengan Shahida
    1. Mansur (1922 - 2 Mei, 1951)
    2. Mishal (lahir 1926)
    3. Qumasha (lahir 1927)
    4. Muteb (lahir 1931)
  8. Dengan Fahda binti Asi al-Shuraim
    1. Abdullah (lahir Agustus 1924); Raja Arab Saudi 2005 - 2015
    2. Nuf
    3. Sita
  9. Dengan Haya binti Sa'ad al-Sudairy (1913 - 18 April 2003)
    1. Nura (mati 1930)
    2. Badr (lahir 1933)
    3. Hassa
    4. Abdalillah (lahir 1935)
    5. Abdalmajid (lahir 1940)
    6. Mashael
  10. Dengan Munaiyir
    1. Talal (lahir 1931)
    2. Badr (1931-1932)
    3. Mishari (1932 - 23 Mei 2000)
    4. Nawwaf (lahir 1933)
  11. Dengan Mudhi
    1. Majed (19 Oktober 1938 - 12 April 2003)
    2. Sattam (lahir 21 Januari 1941)
  12. Dengan Nouf binti al-Shalan
    1. Thamir (1937 - 27 Juni 1959)
    2. Mamduh (lahir 1940)
    3. Mashhur (lahir 1942)
  13. Dengan Saida al-Yamaniyah
    1. Hidhlul (lahir 1941)
  14. Dengan Baraka al-Yamaniyah
    1. Muqren (lahir 15 September 1945), pangeran Mahkota Arab Saudi saat ini.
  15. Dengan Futayma
    1. Hamud (lahir 1947)
  16. Dengan ?? (tidak diketahui)
    1. Fahd (1905-1919)
    2. Sara (sekitar 1916 - Juni 2000)
    3. Shaikha (lahir 1922)
    4. Talal (1930-1931)
    5. Abdalsalam (1941)
    6. Jiluwi (1942-1944)
(Sumber: Wikipedia)

--0o0--
Share this article :

1 komentar:

Choose Your Own Language

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © Pebruari 2017 - FRIDA ACEDA - All Rights Reserved
Design by Utak-Atik Mediatama Sumedang