Memaknai TAFSIR AYAT 30 - 33
وَ
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّيْ جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيْفَةً
قَالُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَن يُفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَ
نَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَ نُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّيْ أَعْلَمُ مَا لاَ
تَعْلَمُوْنَ
[30] Dan (ingatlah) tatkala
Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di
bumi seorang khalifah. Berkata mereka : Apakah Engkau hendak menjadikan
padanya orang yang merusak di dalam nya dan menumpahkan darah, padahal kami
bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau ? Dia berkata : Sesungguhnya
Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.
وَ
عَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ
فَقَالَ أَنْبِئُوْنِيْ بِأَسْمَاءِ هَؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ
(31) Dan telah diajarkanNya kepada Adam nama-nama
semuanya, kemudian Dia kemukakan semua kepada Malaikat, lalu Dia berfirman :
Beritakanlah kepadaKu nama-nama itu semua, jika adalah kamu makhluk-makhluk
yang benar.
قَالُوْا
سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ
الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
(32) Mereka menjawab: Maha Suci Engkau ! Tidak ada
pengetahuanbagi kami. kecuali yang
Engkau ajarkan kepada Kami. Karena sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Tahu,
lagi Maha Bijaksana.
قَالَ
يَا آدَمُ أَنبِئْهُمْ بِأَسْمَآئِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَآئِهِمْ
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَّكُمْ إِنِّيْ أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَ
الْأَرْضِ وَ أَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُوْنَ
(33) Berkata
Dia : Wahai Adam! beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu semuanya! Maka
tatkala telah diberitahukannya kepada mereka nama-nama itu semua,
berfirmanlah Dia : Bukankah telah Aku katakan k e p a d a kamu, bahwa
sesungguhnya Aku lebih mengetahui rahasia semua langit dan bumi, dan lebih
Aku ketahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembuyikan.
Malaikat
Dan Khalifah
Dengan dua ayat berturut-turut,
yaitu ayat 28 dan 29 perhatian kita Insan ini disadarkan oleh Tuhan. Pertama,
bagaimana kamu akan kufur kepada Allah, padahal dari mati kamu Dia
hidupkan.Kemudian Dia matikan, setelah itu akan dihidupkanNya kembali untuk
memperhitungkan amal.
Bagaimana kamu akan kufur kepada Allah, padahal seluruh isi bumi telah
disediakan untuk kamu. Lebih dahulu persediaan untuk menerima kedatanganmu di
bumi telah disiapkan, bahkan dari amar perintah kepada ketujuh langit
sendiri. Kalau demikian adanya, pikirkanlah siapa engkau ini. Buat apa kamu
diciptakan. Kemudian datanglah ayat khalifah.
وَ إِذْ قَالَ رَبُّكَ
لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّيْ جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيْفَةً
"Dan (ingatlah)
tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan di bumi seorang khalifah. " (pangkal ayat 30).
Sebelum kita teruskan menafsirkan ayat ini, terlebih dahulu haruslah dengan
segala kerendahan hati dan iman kita pegang apa yang telah dipimpinkan Tuhan
pada ayat yang tiga di permulaan sekali, yaitu tentang percaya kepada yang
ghaib.
Tuhan pernah berkenan menceritakan
dengan wahyu kepada Malaikat bahwa Tuhan hendak mengangkat seorang khalifah
di bumi. Maka terjadilah semacam soal jawab di antara Tuhan dengan Malaikat.
bagaimana duduknya dan di mana tempatnya bila waktunya soal jawab itu?
Tidaklah layak hendak kita kaji sampai ke sana.
Ada dua macam cara Ulama-ulama ikutan kita menghadapi wahyu mi. Pertama ialah
Mazhab Salaf. Mereka menerima berita wahyu itu dengan tidak bertanya-tanya
dan berpanjang soal.
Allah telah berkenan menceritakan dengan wahyu tentang suatu kejadian di
dalam alam ghaib, dengan kata yang dapat kita pahamkan, tetapi akal kita tidak
mempunyai daya upaya buat masuk lebih dalam ke dalam arena ghaib itu. Sebab
itu kita terima dia dengan sepenuh iman.
Cara yang kedua ialah penafsiran
secara Khalaf, yaitu secara Ulama-Ulama yang datang kemudian. Yaitu dipakai
penafsiran-penafsiran yang masuk akal, tetapi tidak melampaui garis yang
layak bagi kita sebagai makhluk.
Berdasar kepada ini, maka Mazhab Khalaf berpendapat bahwasanya apa yang
dihikayatkan Tuhan ini niscaya tidak sebagai yang kita pikirkan. Niscaya
pertemuan Allah dengan MalaikatNya itu tidak terjadi di satu tempat; karena
kalau terjadi di satu tempat, tentu bertempatlah Allah Ta'ala. Dan bukanlah
Malaikat itu berhadap-hadapan duduk atau bermuka-muka dengan Allah. Karena
kalau demikian tentulah sama kedudukan mereka, rnalaikat sebagai makhluk,
Allah sebagai Khaliq.
Menurut penyelidikan perkembangan iman dan agama dan perbandingannya dengan
Filsafat, betapapun modernnya filsafat itu, maka mazhab khalajialah yang
lebih menenteramkan iman, dan kesanalah tujuan kepercayaan . Umumnya Filosof
yang mukmin penganut mazhab Khalaf, seumparna filosof muslim yang besar Ibnu
Rusyd. Demikian majunya dalam alarn filsafat, namun berkenaan dengan
soal-soal ghaib, dia menjadi orang Khalaf yang tenteram dengan
pendiriannya.
Imam Ghazali, dia berselisih tentang hukum akal. Bagi dia api wajib
menghangusi, air membasahi. Tidak mungkin tidak begitu. Tetapi jika
ditanyakan tentang Nabi Ibrahim a. s. tidak hangus dibakar api, dia menjawab
bahwa hal begitu tidaklah tugas filsafat. Itu adalah tempat iman.
"Sebagai Muslim saya percaya,"katanya.
Pelopor Filsafat Modern, yaitu Emmanuel Kant, dalam hal kepercayaan dia
seakan-akan penganut dari mazhab Khalaf. Dia pernah berkata : "Betapapun
kemajuan saya dalam berpikir, namun saya mengosongkan sesudut dari jiwa saya
buat percaya '
Sekarang kita teruskan:
Maka nampaklah di pangkal ayat, Tuhan telah bersabda kepada Malaikat
menyatakan rnaksud hendak mengangkat seorang khalifah di bumi ini.
قَالُوْا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَن
يُفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَ نَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَ
نُقَدِّسُ لَكَ
"Mereka berkata: Apakah Engkau hendak
menjadikan padanya orang yang merusak di dalamnya dan menumpahkan darah,
padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau?
Artinya setelah Allah menyatakan maksudNya itu, maka Malaikatpun mohon
penjelasan, khalifah manakah lagi yang dikehendaki oleh Tuhan hendak
menjadikan?.
Di dalam ayat terbayanglah oleh kita bahwa Malaikat, sebagai makhluk Ilahi,
yang tentu saja pengetahuannya tidak seluas pengetahuan Tuhan, meminta
penjelasan, bagaimana agaknya corak khalifah itu ? Apakah tidak mungkin
terjadi dengan adanya khalifah, kerusakan yang akan timbul dan penumpahan
darahlah yang akan terjadi ? Padahal alam dengan kudrat iradat Allah Ta'ala
telah tenteram, sebab mereka, malaikat, telah diciptakan Tuhan sebagai
makhluk yang patuh, tunduk,taat,dan setia. Bertasbih, bersembahyang
mensucikan nama Allah.
Rupanya ada sedikit pengetahuan dari malaikat-malaikat itu bahwasanya yang
akan diangkat menjadi khalifah itu ialah satu jenis makhluk. Dalam jalan
pendapat malaikat, bilamana jenis makhluk itu telah ramai, mereka akan
berebut-rebut kepentingan di antara satu sama lain.
Kepentingan satu orang atau satu golongan bertumbuk dengan satu orang atau
satu golongan yang lain, maka beradulah yang keras timbullah pertentangan dan
dengan demikian timbullah kerusakan bahkan akan timbul juga pertumpahan
darah. Dengan demikian ketenteraman yang telah ada dengan adanya makhluk,
malaikat yang patuh, taat dan setia, menjadi hilang.
Pertanyaan dan kemusykilan itu dijawab oleh Tuhan.
قَالَ إِنِّيْ أَعْلَمُ مَا لاَ
تَعْلَمُوْنَ
"Sesungguhnya Aku
lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. " (ujung ayat 30).
Artinya, dengan-jawaban itu, Allah Ta'ala tidak membantah pendapat dari
MalaikatNya, cuma menjelaskan bahwasanya pendapat dan ilmu mereka tidaklah
seluas dan sejauh pengetahuan Allah. Bukanlah Tuhan memungkiri bahwa
kerusakanpun akan timbul dan darahpun akan tertumpah tetapi ada maksud lain
yang lebih jauh dari itu, sehingga kerusakan hanyalah sebagai pelengkap saja
dan pembangunan dan pertumpahan darah hanyalah satu tingkat perjalanan hidup
saja di dalam menuju kesempurnaan.
Dalam jawaban Tuhan yang dernikian, Malaikatpun menerimalah dengan penuh
khusyu dan taat.
Sekarang kita uraikan terlebih dahulu tentang, apa atau siapakah Malaikat itu
?
Malaikat untuk banyak dan Malak untuk satu.
Tuhan menyebut di dalam al-Qur'an
tentang adanya makhluk Allah bernama Malaikat. Disebutkan pekerjaan atau
tugas mereka, ada yang mencatat amalan makhluk setiap hari, dan mencatat
segala ucapan, ada yang membawa wahyu kepada Rasul-rasul dan Nabi-nabi, ada
yang menjadi duta-duta (safarah) yang memelihara al-Qur'an, ada yang memikul
Arsy Tuhan, ada yang menjaga surga dan yang menjaga neraka, dan ada yang
siang dan malam berdoa, memuji-muji Allah dan bersujud, dan ada pula yang
mendoakan agar makhluk yang taat diberi ampun dosanya oleh Tuhan. Dan banyak
lagi yang lain.
Tetapi Allah tidak menyebutkan
dari bahan apa Malaikat itu dijadikan. Dan tersebut juga bahwa ada Malaikat
itu yang menyatakan dirinya, sebagai yang datang membawakan Ilham kepada
Maryam bahwa dia akan diberi putra, atau yang kelihatan oleh Nabi kita
Muhammad s.a.w seketika beliau mula-mula menerima wahyu. Dan disebut juga ada
Malaikat itu yang bersayap, dua-dua, tiga-tiga, dan empat-empat.
Orang-orang di jaman jahiliyah mencoba menggambarkan Malaikat itu sebagai
manusia dan merekapun menentukan jenisnya; yaitu perempuan. Ini dibantah
keras oleh al-Qur'an. Maka tidaklah pantas makhluk gaib itu ditentukan
kelamin jantan atau betinanya.
Tersebut pula bahwa Malaikat yang datang membawa wahyu kepada Rasul-rasul itu
namanya Jibril, dan disebut juga Ruhul-Arnin, dan disebut juga Ruhul-Qudus.
Tetapi manusia yang beriman dan Istiqomah (tetap hati) di dalam Iman kepada
Allah, juga akan didatangi oleh Malaikat-malaikat, untuk menghilangkan rasa
takut dan dukacita mereka. Dan di dalam peperangan Badar Malaikat itupun
datang, sampai 3.000 banyaknya.
Seperti itulah yang tersebut dalam al-Qur'an. Dan dijelaskan pula oleh
hadits-hadits bahwa Malaikat-malaikat itu memberikan ilham yang baik kepada
manusia, dan menimbulkan keteguhan semangat dan iman. Sebagai juga tersebut
di dalam hadits bahkan di dalam al-Qur'an sendiri bahwa setan, sebaliknya
dari Malaikat, selalu membawa ilham buruk dan was-was kepada manusia. Tetapi
ketika orang diberi ilham baik oleh Malaikat atau was-was buruk oleh setan
maka yang menerima ilham atau was-was itu bukanlah badan kasar, melainkan roh
manusia.
Tidaklah ada orang yang nampak dengan matanya seketika Malaikat atau setan
datang memberinya ilham atau was-was melainkan masuk pengaruhnya ke dalam
jiwa atau perasaan orang itu. Ini dikuatkan oleh sebuah hadits yang dirawikan
oleh Tirmidzi, an-Nasa' i dan Ibnu Hibban, demikian bunyinya :
"Sesungguhnya
dari setan ada semacam gangguan kepada anak Adam, dan dari Malaikatpun ada
pula. Adapun gangguan setan ialah menjanjikan kejahatan dan mendustakan
kebenaran, dan sentuhan Malaikat ialah menjanjikan kebaikan dan menerima
kebenaran. Maka siapa yang merasai yang demikian, hendaklah dia mengetahui
bahwa perkara itu dari Allah, dan berterima-kasihlah dia kepadaNya. Tetapi
kalau didapatnya lain, hendaklah dia berlindung kepada Allah dari setan.
(Kemudian dibacanya ayat yang artinya : "Setan menyuruh menjanjikan
melarat untukmu dan menyuruhmu berbuat yang keji-keji."
Turmidzi mengatakan hadits ini
hasan gharib.
Syaikh Muhammad Abduh seketika menafsirkan ayat ini berkata:
"Sudah menjadi suatu kenyataan bahwa di dalam batin segala yang
tercinta ini memang tersembunyi kekuatan-kekuatan besar yang menjadi sendi
dari kekuatan dan kerapiannya, yang tidak mungkin dipungkiri sedikitpun oleh
orang yang mempergunakan akal. Orang yang tidak beriman kepada wahyu, mungkin
keberatan menamainya Malaikat, sebab itu setanlah menamainya tenaga alam (natuurkrachten)
tetapi sudah nyata bahwa mereka tidak dapat memungkiri dengan akal sehat akan
adanya makhluk itu, yang di dalam agama dinamai Malaikat. Namun hakikatnya
hanyalah satu. Adapun orang yang berakal tidaklah nama-nama itu mendindingnya
buat sampai kepada yang dinamai."
Demikianlah sedikit penjelasan tentang Malaikat. Kemudian kita teruskan
lanjutan ayat.
Setelah itu Allah pun rnelanjutkan apa yang telah Dia tentukan, yaitu
menciptakan khalifah itu; itulah Adam.
وَ عَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ
كُلَّهَا
"Dan telah
diajarkanNya kepada Adam nama-namanya semuanya. " (pangkal ayat 31).
Artinya diberilah oleh Allah kepada Adam itu semua ilmu:
ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى
الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُوْنِيْ بِأَسْمَاءِ هَؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِيْنَ
Kemudian Dia kemukakan
semuanya kepada Malaikat. lalu Dia berfirman : Beritakanlah kepadaKu
nama-nama itu semua, jika adalah kamu makhlukmakhluk yang benar.'-
(ujung ayat 31).
Sesudah Adam dijadikan, kepadanya telah diajarkan oleh Tuhan nama-nama yang
dapat dicapai oleh kekuatan manusia, baik dengan pancaindra ataupun dengan
akal semata-mata, semuanya diajarkan kepadanya.
Kemudian 'I'uhan panggillah Malaikat-malaikat itu dan Tuhan tanyakan adakah
mereka tahu nama-nama itu ? Jika benar pendapat mereka selama ini bahwa jika
khalifah itu terjadi akan timbul bahaya kerusakan dan pertumpahan darah,
sekarang cobalah jawab pertanyaan Tuhan : Dapatkah mereka menunjukkan
nama-nama itu ?
قَالُوْا سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ
لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
"Mereka menjawab
:Maha Suci Engkau! ? idak ada pengetahuan bagi kami, kecuali apa yang Engkau
ajarkan kepada kami. Karena sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Tahu, lagi.Maha
bijcakscaraa. " (ayat 32).
Di sini nampak penjawaban Malaikat yang mengakui kekurangan mereka.Tidak ada
pada mereka pengetahuan, kecuali apa yang diajarkan Tuhan juga. Mereka
memohon ampun dan karunia., menjunjung kesucian Allah bahwasanya pengetahuan
mereka tidak lebih daripada apa yang diajarkan juga, lain tidak. Yang
mengetahui akan semua hanya Allah. Yang bijaksana membagi-bagikan ilmu kepada
barangsiapa yang Dia kehendaki, hanyalah Dia juga.
Sekarang Tuhan menghadapkan pertanyaanNya kepada Adam :
قَالَ يَا آدَمُ أَنبِئْهُمْ بِأَسْمَآئِهِمْ
"Berkata Dia :
Wahai Adam ! Beritakanlah kepada mereka nama-nama itu semuanya. "
(pangkal ayat 33)
Oleh Adam titah Tuhan itupun dijunjung. Segala yang ditanyakan Allah dia
jawab, dia terangkan semuanya di hadapan Malaikat banyak itu.
فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ
بِأَسْمَآئِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَّكُمْ إِنِّيْ أَعْلَمُ غَيْبَ
السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضِ وَ أَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَ مَا كُنْتُمْ
تَكْتُمُوْنَ
"Maka tatkala
diberitahukannya kepada mereka nama-nama itu semuanya berfirmanlah Dia : Bukankah
telah Aku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku lebih mengetahui rahasia
langit dan bumi, dan lebih Aku ketahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang
kamu sembunyikan. " (ujung ayat 33).
Dengan merenung ayat ini, ahli-ahli tafsir dan kerohanian Islam mendapat
kesimpulan bahwasanya dengan menjadikan manusia, Allah memperlengkap
pernyataan kuasaNya.
Mereka namai tingkat-tingkat alam itu menurut tarafnya masing-masing. Ada
alam Malaikat yang disebut Alam Malakut sebagai kekuatan yang tersembunyi
pada seluruh yang ada ini.
Ada pula Alam Nabati, yaitu alam tumbuh-tumbuhan yang mempunyai hidup juga,
tetapi hidup yang tidak mempunyai kemajuan.
Ada Alam Hayawan, yaitu alam binatang yang hidupnya hanya dengan naluri
belaka (instinct, gharizah) dan lain-lain sebagainya.
Maka diciptakan Tuhanlah manusia, yang dinamai oleh setengah orang Alam Insan
atau Alam Nasut.
Maka penciptaan Insan itu lainlah dari yang lain. Kalau Malaikat sebagai
salah satu kekuatan bersembunyi dan pelaksana tugas-tugas tertentu, dan kalau
alam hayawan (hewan) hanya hidup menuruti naluri, maka insan diberi kekuatan
lain yang bernama akal.
Insan adalah dari gabungan tubuh kasar yang terjadi daripada tanah dan nyawa
atau roh yang terjadi dalam rahasia Allah termasuk di dalamnya akal itu
sendiri. Dan akal itu tidak sekaligus diberikan, tetapi diangsur, sedikit
demi sedikit. Mulai lahir ke dunia dia hanya pandai menangis, tetapi kelak,
lama- kelamaan, dia akan menjadi sarjana, dia akan menjadi Failasuf, dia akan
mengemukakan pendapat-pendapat yang baru tentang rahasia alam ini.
Bahkan dia akan membongkar rahasia alam yang masih tersembunyi, untuk
membuktikan kekayaan Allah. Dan dia akan menjadi Nabi. Tuhan menciptakan
manusia menjadi alatNya untuk menyatakan kekuasaanNya yang masih Dia
sembunyikan dalam alam ini.
Bukan karena Malaikat tidak sanggup berbuat demikian. Tetapi karena Tuhan
telah menentukan tugas dan ilmu yang tertentu buat Malaikat pula. Takdir
Ilahi, sebagaimana diakui oleh jawaban Malaikat itu adalah Maha Bijaksana.
Untuk itulah manusia dijadikan khalifah. Karena tugas menjadi khalifah itu
memang berat, maka manusia itupun selalu dipimpin. Oleh karena itulah
dikirimnya kelak Rasul-rasul dan wahyu, sehingga pantaslah sebagaimana
tersebut di dalam Surat al-Qiyamah (Surat 75, ayat 36) :
أَ يَحْسَبُ الْإِنْسانُ أَنْ
يُتْرَكَ سُدىً
"Apakah manusia
menyangka bahwa dia akan dibiarkan percuma?" (al-Qiyamah : 36)
Akan dibiarkan menjadi khalifah dengan tidak ada tuntunan ? Dengan demikian
bukanlah Tuhan tidak tahu bahwa akan ada kerusakan dan pertumpahan darah,
sebagai yang disembahkan oleh Malaikat itu.
Bahkan pengetahuan Malaikat tentang itupun adalah dari Tuhan juga. Tetapi
kerusakan tidak akan banyak, jika dibandingkan dengan manfaat bagi alam. Dan
penumpahan darah niscaya akan terjadi juga tetapi bumi akan mengalami
perubahan besar karena pekerjaan dan usaha daripada makhluk yang dilantik
menjadi. khalifah ini.
Tentang
Khalifah
Arti yang tepat dalam bahasa kita
terhadap kalimat khalifah ini hanya dapat kita ungkapkan setelah kita kaji
apa tugas khalifah.
1. Seketika Rasulullah s.a.w telah
wafat, sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w sependapat mesti ada yang
menggantikan beliau mengatur masyarakat, mengepalai mereka, yang akan
menjalankan hukum, membela yang lemah, menentukan perang atau damai dan
memimpin mereka semuanya.
Sebab dengan wafatnya Rasulullah,
kosonglah jabatan pemimpin itu. Maka sepakatlah mereka mengangkat Saiyidina
Abu bakar as-Shiddiq r.a. menjadi pemimpin mereka. Dan mereka gelari dia
"Khalifah Rasulullah".
Tetapi meskipun yang dia gantikan memerintah
itu ialah Utusan Allah, namun dia tidaklah langsung menjadi Nabi atau Rasul
pula. Sebab Risalah itu tidaklah dapat digantikan. Jadi di sini dapat kita
artikan Khalifah itu pengganti Rasulullah dalam urusan pemerintahan.
2. Kepada Nabi Daud Allah pernah berfirman:
يا داوُدُ إِنَّا جَعَلْناكَ
خَليفَةً فِي الْأَرْضِ
" Wahai Daud !
Sesungguhnya engkau telah kami jadikan khalifah di bumi. " (Shad: 26)
Ini bisa diartikan sebagai khalifah Allah sendiri, pengganti atau alat dari
Allah buat melaksanakan hukum Tuhan dalam pemerintahannya. Dan boleh juga
diartikan bahwa dia telah ditakdirkan Tuhan menjadi pengganti dari raja-raja
dan pemimpin pemimpin dan Nabi-nabi Bani Israil yang terdahulu dari
padanya.
3.Tetapi ada pula ayat-ayat bahwa anak-cucu atau keturunan yang dibelakang
adalah sebagai khalafah atau khalifah dari nenek-moyang yang dahulu (sebagai
tersebut dalam Surat Yunus, Surat 10, ayat 14). Demikian juga dalam
surat-surat yang lain-lain.
4. Tetapi di dalam surat an-Naml (Surat 27, ayat 62), ditegaskan bahwa
seluruh manusia ini adalah khalifah di muka bumi ini :
أَمَّنْ يُجيبُ الْمُضْطَرَّ إِذا
دَعاهُ وَ يَكْشِفُ السُّوءَ وَ يَجْعَلُكُمْ خُلَفاءَ الْأَرْضِ أَإِلٰهٌ مَعَ
اللهِ قَليلاً ما تَذَكَّرُونَ
"Atau siapakah
yang memperkenankan permohonan orang-orang yang ditimpa susah apabila menyeru
kepadaNya? Dan yang menghilangkan ke susahan ?Dan yang menjadikan kamu
Khalifah-khalifah di bumi ?Adakah Tuhan lain beserta Allah ? Sedikit kamu
yang ingat. "
(an-Naml : 62).
Setelah meninjau sekalian ayat ini dan gelar khalifah bagi Saiyidina Abu
bakar, barangkali tidaklah demikian jauh kalau khalifah kita artikan
pengganti.
Sekarang timbul pertanyaan : Pengganti dari siapa ?
Ada penafsir mengatakan pengganti dari jenis
makhluk yang telah musnah, sebangsa manusia juga, sebelum Adam. Itulah yang akan digantikan:
Ada setengah penafsiran mengatakan Khalifah dari Allah sendiri. Pengganti
Allah sendiri. Sampai-sampai di sini niscaya dapat dipahamkan bahwa
mentang-mentang manusia dijadikan KhalifahNya oleh Allah, bukanlah berarti,
bahwa dia telah berkuasa pula sebagai Allah dan sama kedudukan dengan Allah;
bukan ! Sebagaimana juga Abu Bakar sama kedudukan Abu bakar dengan
Rasulullah.
Maka jika manusia menjadi Khalifah Allah, bukan berati manusia menjadi sama
kedudukan dengan Allah! Maka pengertian pengganti disini harus diberi arti
manusia diangkat oleh Allah menjadi KhalifahNya. Dengan perintah-perintah
tertentu. Dan untuk menghilangkan kemusyrikan dalam hati, kalau hendak
dituruti tafsir yang kedua, bahwa manusia adalah Khalifah Allah di muka
burni, janganlah dia dibahasa Indonesiakan, tetap sajalah dalam bahasa
aslinya : Khalifah Allah !
Sekarang kita lanjutkan tentang
kedua penafsiran itu.
Pendapat pertama ialah Khalifah dari makhluk dulu-dulu yang telah musnah. Di
kala mereka masih ada di dunia, mereka hanya berkelahi, merusak,
bunuh-membunuh karena berebut hidup. Itulah sebabnya maka Malaikat terkenang
akan itu kembali lalu menyampaikan permohonan dan pertanyaan kepada Tuhan,
kalau-kalau terjadi demikian pula.
Maka tersebarlah semacam dongeng pusaka bangsa Iran (Persia), yang kadang-kadang
setengah ahli tafsir tidak pula keberatan menukilnya : katanya sebelum Nabi
Adam, ada makhluk namanya Hinn dan Binn, ada juga yang mengatakan namanya
ialah Thimm dan Rimm.
Setelah makhluk yang dua itu habis, datanglah makhluk yang bernama jin. Semua
makhluk itu musnah, sebab mereka rusak merusak, bunuh membunuh. Akhirnya
kata dongeng dikirimlah oleh Tuhan balatentaranya, terdiri dari
Malaikat-malaikat dan dikepalai oleh Iblis, lalu makhluk Jin itu diperangi
sehingga musnah. Adapun sisa-sisanya lari ke pulau-pulau dan ke lautan.
Kemudian barulah Allah menciptakan Adam.
Dalam setengah kitab tafsir ada juga bertemu keterangan ini, meskipun riwayat
ini tidak berasal dari riwayat Islam sendiri.
Tetapi meskipun dia hanya dongeng belaka sudahlah dapat kita mengambil
kesimpulan bahwa pendapat tentang adanya makhluk purbakala yang dikhalifahi
oleh Adam itu, bukanlah pendapat kemarin dalam kalangan manusia, melainkan
telah tua, beratus tahun sebelurn keluar teori Darwin. Bukankah ahli-ahli
pengetahuan menggali ilmu juga dari dongeng ?
Ada lagi pendapat yang sejalan dengan itu, yaitu dari beberapa golongan kaum
Shufi dan kaum Syi'ah Imamiyah.
Al-Alusi, pengarang tafsir Ruhul Ma'ani mengatakan bahwa di dalam kitab
Tami'ul Akbar dari orang Syi'ah Imamiyah, pasal 15, ada tersebut bahwa
sebelum Allah menjadikan Adam nenek kita, telah ada 30 Adam.
Jarak di antara satu Adam dengan Adam yang lain 1.000 tahun, setelah Adam
yang 30 itu, 50.000 tahun lamanya dunia rusak binasa, kemudian ramai lagi
50.000 tahun barulah dijadikan Allah nenek kita Adam.
Ibnu Buwaihi meriwayatkan di dalam
Kitab at Tauhid, riwayat dari Imam Ja'far as-Shadiq dalam satu hadits yang
panjang, dia berkata : "Barangkali kamu sangka bahwa Allah tidak
menjadikan manusia (basyar) selain kamu. Bahkan, demi Allah! Dia telah
menjadikan 1.000 Adam (Alfu Alfi Adama), dan kamulah yang terakhir dari
Adam-adam itu !"
Berkata al-Haitsam pada syarahnya yang besar atas Kitab Nahjul Balaghah:
"Dan dinukilkan dari Muhammad al-Baqir bahwa dia berkata : Telah habis
sebelum Adam yang Bapak kita 1.000 Adam atau lebih. "Ini semua adalah
pendapat dari kalangan Imam- imam Syiah sendiri : Ja'far as-Shadiq dan
Muhammad al-Baqir, dua di antara 12 imam Syi'ah Imamiyah.
Kalangan kaum Shufi pun mempunyai pendapat demikian as Syaikh al-Akbar Tbnu
Arabi berkata dalam kitabnya yang terkenal alFutuhat al-Makkiyah, bahwa
40.000 tahun sebelum Adam sudah ada Adam yang lain.
Malahan untuk menjadi catatan, Imam Syi'ah yang besar itu, Ja'far as-Shadiq
menyatakan bahwa di samping alam kita ini, Allah telah menjadikan pula 12.000
alam, dan tiap-tiap alam itu lebih besar daripada tujuh langit dan tujuh bumi
kita ini.
Di dalam beberapa ranting yang mengenai “kepercayaan” terdapat perbedaan
sedikit-sedikit baik dari pihak kita sendiri Ahlus-Sunah maupun kaum Syi'ah. Tetapi di dalam hal yang
mengenai ilmu pengetahuan alam ini, amat sempitlah paham kita kalau sekiranya
kita tidak mau memperdulikan, mentang-mentang hal tersebut timbul dari
Syi'ah.
Karena hal lkhwal yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan itu adalah universal
sifatnya. Yaitu menjadi kepunyaan manusia bersama. Apalagi sampai kepada saat
sekarang ini dan seterusnya, penyelidikan ilmiah tentang alam tentang
hidupnya manusia di dunia ini tidaklah akan berhenti.
Cobalah cocokan tentang keterangan
Imam Ja'far as-Shadiq ini dengan hasil penyelidikan alam yang terakhir, yang
mengatakan bahwa alam cakrawala itu terdiri dari pada berjuta-juta
kekeluargaan bintang-bintang masing-masing dengan mataharinya sendiri yang
dinamai Galaxi.
Berdasarkan kepada semuanya ini, maka ditafsirkan oleh setengah ahli tafsir,
bahwa yang dimaksud dengan Adam sebagai Khalifah, ialah Khalifah dari
Adam-adam yang telah berlalu itu, yang sampai mengatakan seribu-ribu (sejuta
Adam).
Dan dongeng Iran yang diambil dan dimasukkan ke dalam beberapa tafsir itupun
menunjukkan bahwa dalam kalangan Islam sudah lama ada yang berpendapat bahwa
sebelum manusia kita ini sudah ada makhluk dengan Adamnya sendiri terlebih
dahulu. Sekarang tidaklah berhenti orang menyelidiki hal itu, sehingga
akhirnya datanglah pendapat secara ilmiah, diantaranya teori darwin,
dilanjutkan lagi oleh berpuluh penyelidikan tentang ilmu manusia, pada
fosil-fosil yang telah membatu menunjukkan bahwa 400.000 tahun yang lalu
telah ada manusia Peking atau manusia Mojokerto.
Adapun al-Qur'an, karena dia bukanlah kitab catatan penyelidikan fosil, atau
teori Darwin, tidaklah dia membicarakan hal itu. Tidak dia menentang teori
itu, malahan menganjurkan orang meluaskan ilmu pengetahuan tentang apa saja,
sehingga bertambah yakin akan kebesaran Allah.
Penafsiran yang ke dua ialah Khalifah dari Allah sendiri.
Di antara makhluk sebanyak itu manusialah yang telah dipilih Allah menjadi
KhalifahNya, yaitu Adam dan keturunannya. (Lihat Surat an-Naml ayat 62).
Demikian kata mereka.
Pada manusia itulah Allah menyatakan hukumNya dan peraturanNya; Dia menjadi
Khalifah untuk mengatur bumi ini, untuk mengeluarkan rahasia yang terpendam
di dalamnya. Dianugerahkan kepadanya akal. Akal itupun suatu yang ajaib dan
ghaib.
Bentuknya tidak nampak, tetapi bekasnyalah yang menunjukkan bahwa akal itu
ada. Manusia yang ketika mulai lahir lemah tadi, kian lama kian diberi
persiapan. Kekuatan yang ada padanya amat luas dan keinginan-tahuan tidak
terbatas. Memang kalau sendiri-sendiri dia lemah tidak berdaya. Tetapi
kumpulan dari bekas usaha orang-seorang itu dapat mengesan dan membekas pada
seluruh bumi.
Dari keturunan demi keturunan manusia itu bertambah dapat menguasai dan
mengatur bumi. Telah dikuasainya lautan juga telah diselaminya. Telah terbang
dia di udara, telah pandai dia bercakap bersambutan kata, padahal yang
seorang di Kutub Utara dan yang seorang di Kutub Selatan. Gunung ditembusinya
dan dibuatnya jalan kereta-api di bawahnya. Dan banyak lagi kemungkinan-kemungkinan
lain yang akan dapat dikerjakan dalam bumi, terutama sejak terbuka rahasia
tenaga Atom dalam abad 20 ini.
Memang ilmu yang luas itu tidak diberikan semuanya kepada orang-seorang, dan
tidak pula diberikan sekaligus, melainkan dari penyelidikan mereka sendiri.
Yang karena kesungguhan mereka, rahasia itu dibukakan dan dibukakan lagi oleh
Tuhan.
Jadi dapatlah dipahamkan bahwasanya ayat 31 yang menerangkan bahwa Allah
mengajarkan nama-nama kepada Adam, dan seketika ditanyakan kepada Malaikat,
Malaikat menyembahkan bahwa pengetahuan mereka hanya terbatas sekedar yang
diajarkan Allah kepada mereka (ayat 32), lalu Adam disuruh menerangkan, maka
diapun menerangkanlah semua nama-nama itu.
Dapat ditarik maksud yang dalam tentang keistimewaan yang diberikan Allah
kepada manusia, yang kian lama kian dibukakan rahasia segala nama itu kepada
manusia; namun ke-ghaiban semua langit dan bumi masih banyak lagi yang belum
diajarkan kepada Malaikat ataupun kepada manusia, sebagaimana yang tersebut
pada ujung ayat 33.
Kepada tafsiran yang manapun kita akan cenderung, baik jika ditafsirkan bahwa
Adam dan keturunannya diangkat jadi Khalifah dari makhluk yang telah musnah,
ataupun sebagai Khalifah daripada Allah sendiri, namun isi ayat sebagai
lanjutan daripada ayat sebelumnya telah menyingkapkan lagi tabir pemikiran
yang lebih luas bagi manusia, agar janganlah mereka kafir terhadap Allah,
ingatlah bahwa kedudukannya dalam hidup bukanlah sembarang kedudukan.
Janganlah disia-siakan waktu pendek yang dipakai selama hidup di dunia ini.
Demikian besar sanjungan yang diberikan Allah, sangatlah tidak layak kalau
manusia menjatuhkan dirinya ke dalam kehinaan, di sini disebutkan bahwa dia
adalah khalifah. Di waktu yang lain Tuhan katakan bahwa manusia telah
dijadikan sebaik-baiknya bentuk (Surat
at-Tin 95, ayat 4). Dan dikala yang lain Dia Allah, menyanjung manusia itu
tinggi sekali derajatnya.
وَ لَقَدْ كَرَّمْنا بَني آدَمَ وَ
حَمَلْناهُمْ فِي الْبَرِّ وَ الْبَحْرِ وَ رَزَقْناهُمْ مِنَ الطَّيِّباتِ وَ
فَضَّلْناهُمْ عَلى كَثيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنا تَفْضيلاً
"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan Bani
Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri rezeki
mereka dengan yang baik-baik, dan sungguh-sungguh Kami lebihkan mereka
daripada kebanyakan (makhluk) yang telah Kami jadikan, sebenar-benar
dilebihkan. " (al-Isra: 70).
Demikianlah kemulian yang telah dilimpahkan Tuhan kepada manusia, adakah
patut kalau manusia tidak juga sadar akan dirinya dari hubungannya dengan
Tuhannya ?
|
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !